Jakarta, CNBC Indonesia - Pada pekan lalu publik dihebohkan dengan pengakuan dari Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Ahok mengaku menerima fasilitas kartu kredit korporat dengan limit hingga Rp 30 miliar.
Pengakuan ini sempat disangkal oleh Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga. Dia mengatakan, pihaknya telah melakukan pengecekan ke pihak Pertamina. Namun limit kartu kredit yang disediakan limitnya hanya berkisar Rp 50 juta-Rp 100 juta per orang.
Selain itu, sejumlah pihak pun terkejut dan tak luput meragukan besaran limit kartu kredit Ahok tersebut.
Direktur Eksekutif Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) Steve Martha pun mengungkapkan ketakjuban dan ketidakpercayaannya. Pasalnya, ia belum pernah menemukan limit sebesar kartu kredit korporat Ahok tersebut.
Bahkan ia menyebutkan, limit sebesar Rp 30 miliar untuk sebuah perusahaan saja dia tidak pernah menemukan. Apalagi diberikan untuk per orang.
"Saya nggak tahu dan hampir nggak pernah kalau limit perusahaan ada sampai Rp 30 miliar," ujarnya kepada CNBC Indonesia belum lama ini.
Keterkejutan juga datang dari Mantan Direktur Utama PT PLN (Persero) dan Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan.
Dahlan Iskan bahkan menilai limit Rp 30 miliar tersebut tak masuk akal.
"Pak Ahok ngomong gitu (30 m)? Gak salah kutip?" ungkapnya kepada CNBC Indonesia saat ditanya bagaimana pendapatnya tentang fasilitas kartu kredit korporat Pertamina yang diterima Ahok mencapai Rp 30 miliar.
"Takutnya saya komentar nanti ternyata salah kutip. Gak masuk akal soalnya," imbuhnya, Jumat (18/06/2021).
Perlu diketahui, CNBC Indonesia telah menanyakan terkait limit kartu kredit Pertamina kepada Ahok, bahkan hingga dua kali. Ahok pun dengan pasti menjawab Rp 30 miliar.
"Iya, Komisaris Utama dengan limit Rp 30 miliar," kata Ahok kepada CNBC Indonesia, Rabu (16/06/2021).
Pengakuan berbeda juga datang dari Mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) periode 2006-2009, Ari Soemarno. Kepada CNBC Indonesia, Ari menyebut bahwa limit kartu kredit korporat Pertamina saat dirinya menjabat sebagai Direktur Utama yakni tertinggi mencapai Rp 500 juta untuk level direksi dan komisaris.
"Waktu aku Dirut untuk pertama kali diputuskan untuk beri Corp. Credit Card (CCC) dari level Manager sampai ke level Direksi dan Komisaris. Limitnya tergantung posisinya, tertinggi adalah dieksi dan komisaris yaitu Rp 500 juta," bebernya kepada CNBC Indonesia, Jumat (25/06/2021).
Dia mengatakan, tujuan dari fasilitas kartu kredit korporat ini yaitu agar untuk perjalanan dinas dan hiburan klien tidak perlu minta uang muka terlebih dahulu.
Namun menurutnya, peraturan penggunaannya cukup ketat untuk setiap level. Penggunaan kartu kredit korporat ini pun dilarang untuk menalangi pengeluaran pribadi.
"Pertanggung jawabannya juga ketat, di mana harus membuat expense report/ laporan pertanggungjawaban setiap akhir bulan yang di-approve dua atasannya dan kalau terlambat bisa diblokir dan dicabut dan kalau digunakan bukan untuk keperluan dinas, dikasih peringatan dan dipotong gajinya," jelasnya.
Dia mengatakan, ada batasan pengeluaran dinas untuk setiap level, misalnya untuk penginapan, makan, transportasi, dan hiburan. Tapi, kalau untuk direksi, dia mengakui tidak ada batasannya.
"Kalau direksi memang tidak ada batasan untuk pengeluaran kebutuhan dinas, tapi juga harus buat expense report dan validasinya harus ditandatangani oleh dua anggota direksi. Dengan demikian, akuntabilitasnya jelas," ungkapnya.
"Dirut saja waktu saya menjabat harus juga buat expense report yang diverifikasi oleh Wakil Dirut dan satu direksi lain," ujarnya.
Ari pun menilai bila kini limitnya hingga Rp 30 miliar, namun tidak dilaporkan dengan jelas dan akuntabel, maka ini tentunya merupakan sesuatu yang tidak benar.
"Kalau memang batasnya sekarang (Rp) 30 miliar dan tidak pakai expense report ya aneh dan gak benerlah," pungkasnya.