
Lockdown Berat, Tak Lockdown Gawat! Bagaimana, Pak Jokowi...?

Lockdown, yang mematikan aktivitas ekonomi, otomatis menghambat setoran pajak. Saat penerimaan pajak seret, maka mau tidak mau utang pemerintah bakal terus bertambah untuk membiayai peningkatan belanja negara.
Per April 2021, rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 41,18%. Naik dibandingkan posisi akhir kuartal I-2021 yang sebesar 39,07%.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyampaikan kekhawatiran soal ini. Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengungkapkan tren penambahan utang pemerintah dan biaya bunga telah melampaui PDB dan penerimaan negara, yang dikhawatirkan pemerintah tidak mampu untuk membayarnya.
BPK juga mengungkapkan bahwa utang pada 2020 telah melampaui batas yang direkomendasikan Dana Moneter Internasional (IMF). Dalam perhitungan International Debt Relief (IDR), rasio debt service terhadap penerimaan yang direkomendasikan adalah 25-35%, sementara Indonesia berada di 46,77%. Kemudian rasio pembayaran bunga utang terhadap penerimaan yang ideal ada di 4,6-6,8%, Indonesia sudah di 19,06%.
Selepas krisis moneter 1998, Indonesia terus berupaya memperbaiki kesehatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dan berhasil. Ini dicerminkan oleh pengakuan berbagai lembaga pemeringkat (rating agency) yang memberikan status layak investasi alias investment grade.
Namun gara-gara pandemi virus corona, upaya menyehatkan APBN selama lebih dari dekade itu seperti menguap begitu saja. Utang pemerintah terus bertambah sementara penerimaan negara turun drastis.
Memang susah lockdown ini, bak buah simalakama. Dilakukan ibu mati, tidak dilakukan bapak yang mati...
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)