Lockdown Berat, Tak Lockdown Gawat! Bagaimana, Pak Jokowi...?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
23 June 2021 12:11
Antrean Pasien Covid di RSUD Cengkareng (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Antrean Pasien Covid di RSUD Cengkareng (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Lockdown memang bertujuan mulia, menyelamatkan nyawa rakyat Indonesia dari serangan virus mematikan. Namun kebijakan ini bukan tanpa komplikasi, bahkan harus dibayar dengan harga yang sangat mahal.

Berkaca kepada pengalaman PSBB kuartal II-2021, ekonomi Ibu Pertiwi 'mati suri'. Pengangguran melonjak, kemiskinan semakin marak, gara-gara 'roda' ekonomi yang tidak bergerak.

Pada Agustus 2020, Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan tingkat pengangguran mencapai 7,07%, Ini adalah yang tertinggi sejak Agustus 2010. Kerja keras menurunkan angka pengangguran dalam 10 tahun hancur begitu saja.

Kemudian per September 2020, tingkat kemiskinan naik ke 10,19%, tertinggi sejak Maret 2017. Tingkat kemiskinan yang susah payah diturunkan ke satu digit sudah kembali menyentuh dua digit.

Tingginya angka pengangguran dan kemiskinan membuat ekonomi Indonesia mengkerut. Pada 2020, Produk Domestik Bruto (PDB) Tanah Air tumbuh -2,07%, catatan terburuk sejak 1998.

Belum lagi pemerintah tentu harus mengeluarkan lebih banyak stimulus bagi rakyat yang tidak bisa ke mana-mana. Menurut Presiden Joko Widodo (Jokowi), lockdown membutuhkan biaya setidaknya Rp 550 miliar per hari, hanya di Jakarta. Kalau diperluas hingga ke Jabodetabek, maka biayanya dikalikan tiga.

"Jadi dalam memutuskan setiap negara itu beda-beda. Karakternya beda, tingkat kesejahteraannya beda, tingkat pendidikan beda, tingkat kedisiplinan berbeda, geografis berbeda, kemampuan fiskal berbeda. Nggak bisa kita disuruh meniru negara lain," kata Jokowi kala itu.

Halaman Selanjutnya --> Utang Pemerintah Bisa Terus Bertambah

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular