RI Mau Lockdown? 1 Daerah Harus Siapkan Rp 550 M/Hari!

Lidya Julita Sembiring, CNBC Indonesia
22 June 2021 15:20
Suasana langit biru di Jakarta terlihat di menara Perpustakaan Nasional, Jakarta, Rabu (2/12). Menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kondisi cuaca yang cerah diakibatkan kelembapan udara yang kering serta angin yang kencang sehingga menghambat pertumbuhan awan hujan dan menyebabkan langit berwarna biru. Berdasarkan data AirVisual dan AirNow menunjukkan Air Quality Index (AQI) dengan polutan PM 2,5 tingkat konsentrasi mikrometer/m³ membaik dalam tiga hari ke belakang. Penurunan konsentrasi akan membuat langit terlihat cerah. Penurunan polusi udara yang berujung dengan indahnya langit Jakarta sempat terjadi pada awal Juli lalu. BMKG mengatakan penurunan polusi udara yang signifikan setelah beberapa pekan penerapan PSBB di DKI Jakarta akibat pandemi Covid-19. (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Jakarta (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Penyebaran Covid-19 di Indonesia makin tidak main-main. Penambahan kasus positif terus melonjak dan bahkan mencapai rekor kasus harian tertinggi.

Penambahan kasus positif pada Senin (21/6/2021) mencapai 14.536 kasus. Dengan tambahan ini maka kasus Corona di Indonesia sejak Maret 2020 telah mencapai total 2.004.445 kasus.

Daerah dengan tingkat penambahan kasus terbanyak adalah DKI Jakarta dengan jumlah 5.014 kasus. Posisi kedua ada Jawa Tengah dengan penambahan 3.252 kasus dan Jawa Barat dengan penambahan 2.719 kasus positif Corona.

Lonjakan kasus yang semakin mengkhawatirkan ini terjadi setelah libur hari Raya Idul Fitri. Kondisi ini membuat pemerintah memutuskan untuk melakukan perpanjangan PPKM Mikro dan bahkan saat ini semakin diperketat.

Namun, kebijakan itu saja dinilai tidak akan ampuh dalam menekan angka penyebaran Covid-19 yang semakin mengganas penyebarannya. Apalagi saat ini ada virus baru yang muncul dan ditemukan di Indonesia seperti varian delta.

Lockdown, adalah kebijakan yang menjadi masukan dari berbagai kalangan. Langkah ini dinilai akan sangat ampuh menekan penyebaran Covid-19 seperti yang sudah dilakukan negara tetangga Malaysia yang memberlakukan lockdown total.

Tetapi kebijakan lockdown total Indonesia sebagai sebuah negara tidak akan pernah diambil pemerintah. Hal ini telah ditekankan oleh Sekretaris Eksekutif I Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN), Raden Pardede saat berbincang dengan CNBC Indonesia.

Menurutnya, Indonesia adalah negara yang besar dan tidak bisa dibandingkan dengan negara tetangga yang luas dan jumlah penduduknya lebih kecil. Jika dilakukan lockdown maka lebih memungkinkan menerapkan lockdown per daerah.

Beberapa pihak mendorong daerah dengan tingkat kasus tertinggi untuk lockdown. Di antaranya adalah DKI Jakarta dan Jawa Barat. Tapi hingga saat ini pemda setempat belum ada keputusan.

Bicara mengenai biaya melakukan lockdown, Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat berbincang dengan Najwa Shihab pada tahun lalu menyebutkan nilai yang fantastis yakni Rp 550 miliar. Biaya lockdown untuk satu provinsi saja sagat tinggi apalagi jika satu negara.

Biaya tersebut harus digelontorkan pemerintah untuk membiayai kebutuhan masyarakat selama lockdown dalam sehari saja.

"Untuk Jakarta saja, pernah kami hitung-hitungan per hari membutuhkan Rp 550 miliar. Hanya Jakarta saja. Kalau Jabodetabek tiga kali lipat. Itu per hari," kata Jokowi saat itu.

Biaya tersebut bahkan lebih dari 50% dari anggaran penanganan dampak Covid-19 yang ditetapkan pemerintah melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dalam satu tahun. Adapun anggaran PEN sebesar Rp 699,43 triliun di tahun 2021. Anggaran ini naik dibandingkan dengan tahun lalu yang ditetapkan Rp 695,2 triliun.

Besarnya nilai ini menjadi pertimbangan pemerintah untuk tidak melakukan lockdown total dan hanya menetapkan PPKM Mikro yang diperketat.

Namun, saat Najwa sempat bertanya apakah keputusan pemerintah kala itu tak ingin melakukan lockdown lantaran tak memiliki dana yang cukup. Jokowi membantah dengan tegas hal tersebut.

"Jadi dalam memutuskan setiap negara itu beda-beda. Karena karakternya beda, tingkat kesejahteraannya beda, tingkat pendidikan beda, tingkat kedisiplinan berbeda, geografis berbeda, kemampuan fiskal berbeda. Nggal bisa kita disuruh meniru negara lain," kata Jokowi kala itu.


(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kasus Covid-19 RI Masih Tinggi, INDEF: Segera Lockdown!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular