
Jokowi, Ledakan Covid & Lockdown yang Harus Dibayar Mahal!

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersikukuh untuk tidak melakukan penguncian wilayah secara keseluruhan (lockdown) kendati perkembangan kasus Covid-19 semakin 'menggila' dalam beberapa hari terakhir.
Saat memimpin rapat terbatas awal pekan ini, kepala negara lebih memilih untuk memperkuat kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mikro.
"Arahan presiden tadi untuk melakukan penyesuaian, akan berlaku mulai besok 22 Juni sampai 5 Juni bahwa penguatan PPKM mikro akan dituangkan dalam instruksi mendagri," kata Menko Perekonomian Airlangga Hartarto usai rapat terbatas.
Pengetatan PPKM mikro ini mencakup beberapa poin. Mulai dari mewajibkan para pekerja bekerja dari rumah sebanyak 75% untuk zona merah, dan 50% untuk di luar zona merah.
Selain itu, para pelajar wajib melaksanakan kegiatan pembelajaran secara daring untuk zona merah, dan daerah lainnya mengikuti aturan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi.
Bagi kegiatan sektor esensial seperti pelayanan dasar publik dan tempat kebutuhan pokok bisa berjalan dengan kapasitas 100%. Sementara untuk restoran, kafe, pedagang kaki lima, lapak di pasar dan pusat perbelanjaan memiliki kapasitas pengunjung 25% dengan jam operasional hanya sampai pukul 20:00 WIB.
Untuk kegiatan di mal, pasar, dan pusat perdagangan maksimal sampai pukul 20.00 dan pembatasan pengunjung 25% dari kapasitas. Selanjutnya taman umum dan area publik lainnya di zona merah ditutup sementara. Untuk zona lainnya dibuka dengan kapasitas 25%.
Kemudian proyek konstruksi dapat beroperasi dengan protokol kesehatan. Selain itu, kegiatan di tempat ibadah di zona merah ditiadakan. Kegiatan Hari Raya Idul Adha akan dikeluarkan surat edaran tersendiri, termasuk kegiatan penyembelihan hewan qurban dan pembagiannya.
Kegiatan seni budaya, sosial budaya yang berpotensi menimbulkan kerumunan di zona merah ditutup sementara. Zona lainnya maksimal 25%. Kegiatan hajatan paling banyak 25% dari kapasitas ruangan dan tidak ada makan di tempat dan makanan wajib dibawa pulang
Selama aturan tersebut, dilarang menggelar kegiatan rapat dan seminar secara offline atau luring di zona merah. Untuk zona lainnya paling banyak 25% dari kapasitas. Kemudian jam operasional transportasi umum diatur oleh pemda dengan protokol kesehatan ketat.
Halaman Selanjutnya, >>>>> Berapa Biaya yang Dikeluarkan Jika RI Lockdown?
Pandemi Covid-19 di Indonesia memang semakin tidak terkendali. Kini, total kasus di tanah air telah mencapai dua juta kasus dengan beberapa wilayah seperti Kudus, Bangkalan, hingga DKI Jakarta menjadi pusat penyebaran.
Situasi ini lantas membuat sejumlah pihak mendesak pemerintah agar memberlakukan lockdown. Tak sedikit yang menganggap, bahwa lockdown merupakan cara paling ampuh menekan corona.
Harus diakui, ada sejumlah negara tetangga yang sukses meredam penyebaran Covi-19 seperti Singapura maupun Malaysia. Nama terakhir, bahkan kini sudah mulai melonggarkan kebijakan lockdown-nya seiring dengan meredanya kasus Covid-19.
Lantas, berapa sih biaya yang perlu dikeluarkan pemerintah jika Indonesia menerapkan lockdown?
Pada tahun lalu, Jokowi sempat mengutarakan estimasi biaya yang dibutuhkan jika satu wilayah memutuskan untuk lockdown. DKI Jakarta misalnya, biaya untuk mencukupi seluruh kebutuhan masyarakat Ibu Kota jika lockdown bisa mencapai Rp 550 miliar.
"Untuk Jakarta saja, pernah kami hitung-hitungan per hari membutuhkan Rp 550 miliar. Hanya Jakarta saja. Kalau Jabodetabek tiga kali lipat. Itu per hari," kata Jokowi saat berbincang dengan Najwa Shihab pada tahun lalu.
Najwa sempat bertanya apakah keputusan pemerintah kala itu tak ingin melakukan lockdown lantaran tak memiliki dana yang cukup. Namun, Jokowi membantah dengan tegas hal tersebut.
"Jadi dalam memutuskan setiap negara itu beda-beda. Karena karakternya beda, tingkat kesejahteraannya beda, tingkat pendidikan beda, tingkat kedisiplinan berbeda, geografis berbeda, kemampuan fiskal berbeda. Engga bisa kita disuruh meniru negara lain," kata Jokowi kala itu.
Sejauh ini, pemerintah telah menetapkan anggaran untuk penanganan Covid-19 sebesar Rp 699,4 triliun. Hingga 18 Juni, realisasi anggaran pemulihan ekonomi baru mencapai Rp 226,6 triliun atau 32% dari pagu yang ditetapkan.
Halaman Selanjutnya, >>>>> Lockdown Memang Pilihan Sulit
Pandemi virus corona adalah tragedi kesehatan dan kemanusiaan. Namun kemudian /pagebluk/ ini bertransformasi jadi bencana sosial-ekonomi yang bisa berpengaruh besar terhadap kegiatan masyarakat.
Virus mematikan yang masih berkeliaran membuat pemerintah tetap membatasi aktivitas dan mobilitas masyarakat. Selain karena anjuran pemerintah, sebagian masyarakat juga masih secara sukarela mengurangi kegiatan di luar rumah karena khawatir tertular.
Padahal mobilitas manusia adalah kunci pertumbuhan ekonomi. Tanpa mobilitas yang tinggi, 'roda' perekonomian bakal macet, tidak bisa bergerak cepat. Apalagi kalau kemudian negara sampai memberlakukan karantina wilayah (/lockdown/) total, praktis ekonomi bakal 'mati suri'.
Ini yang terjadi di Indonesia tahun lalu. Pada awal kuartal II-2020, pemerintah memberlakukan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Hasilnya langsung terasa, Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal II-2020 tumbuh -5,32%, terendah sejak kuartal I-1999.
Selepas itu, pemerintah mulai memberikan kelonggaran. Ini membuat kontraksi ekonomi semakin melandai. Namun karena PDB masih terus mengalami kontraksi, Indonesia resmi masuk ke zona resesi ekonomi.
Situasi ini pernah menjadi perhatian serius Jokowi. Kala itu, Jokowi merasa bersyukur Indonesia tidak melakukan lockdown karena dampak pandemi masih bisa dimitigasi.
"Saya enggak bisa bayangin kalau kita dulu lockdown gitu. Mungkin [pertumbuhan ekonomi] bisa minus 17 [persen]," kata Jokowi saat memberikan pengarahan kepada gubernur di Istana Bogor, pertengahan tahun lalu.
Kini, situasi Indonesia memang sudah jauh lebih baik ketimbang tahun lalu. Hampir dapat dipastikan pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2021 akan tumbuh positif, bahkan melejit.
Namun, bukan berarti jika lockdown diberlakukan semua akan baik-baik saja. Lockdown bisa saja menyelamatkan nyawa manusia, tapi harga yang dibayar sangat mahal karena mata pencahariaan jutaan rakyat Indonesia akan sirna begitu saja.
(cha/cha)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sempat Singgung Lockdown, Jokowi: PPKM Mikro Paling Tepat!