
Jenderal Myanmar Terbang ke Rusia, Ada Apa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Panglima militerĀ Myanmar Min Aung Hlaing tiba di Moskow pada Minggu (20/62021) dalam kunjungannya menghadiri konferensi keamanan. Kunjungan ini menjadi kunjungan kedua Min ke luar negeri setelah militer merebut kekuasaan di negara itu.
Mengutip Channel News Asia (CNA) dari media pemerintah MRTV yang dikelola negara. Min Aung Hlaing meninggalkan ibu kota Naypyidaw pada Minggu dengan penerbangan khusus untuk menghadiri Konferensi Keamanan Internasional Moskow.
"Beliau hadir atas undangan Menteri Pertahanan Rusia," katanya, seraya menambahkan bahwa ia telah "disambut" oleh duta besar Rusia untuk Myanmar di bandara.
Hal yang sama juga dikabarkan oleh kantor berita Rusia RIA Novosti. Namun kedua kantor berita tidak memberikan rincian pasti berapa lama Min Aung Hlaing akan berada di Negeri Beruang Putih dan apakah akan bertemu Presiden Vladimir Putin.
"Panglima telah tiba di Moskow," kata seorang juru bicara kedutaan seperti dikutip oleh kantor berita.
Kunjungan Min Aung Hlaing dilakukan setelah Majelis Umum PBB mengambil langkah yang menyerukan negara-negara anggota untuk menghentikan aliran senjata ke Myanmar. Resolusi itu juga menuntut agar militer Myanmar segera menghentikan semua kekerasan terhadap demonstran damai.
Resolusi itu disetujui oleh 119 negara, dengan 36 abstain termasuk Rusia dan China, sekutu utama Myanmar. Hanya satu negara, Belarus, yang menentangnya.
Militer mengambil alih kekuasaan pada 1 Februari lalu dari kelompok sipil yang dipimpin Aung San Suu Kyi. Suu Kyi dan partainya dikatakan telah berbuat curang dalam pemilihan November lalu. Suu Kyi lalu dijadikan tahanan oleh junta.
Penahanannya yang dilakukan pihak militer memicu kemarahan publik yang luas. Massa berdemonstrasi di seluruh penjuru negeri memintaSuuKyidibebaskan dan militer menyudahi kudeta kekuasaan itu.
Namun aksi demonstrasi ini mendapat perlakuan yang sangat keras dari pasukan junta militer.Setidaknya lebih dari800orang telah dibunuh oleh pasukan keamanan sejak kudeta tersebut, menurut kelompok aktivis Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik.
Bahkan beberapa milisi etnis bersatu untuk menentang tindakan junta itu dan mulai melakukan beberapa agresi ke markas-markas kekuatan militer. Hal ini mulai memicu ketakutan internasional akan perang saudara.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dikecam Dunia, Jenderal Junta Myanmar Akhirnya Buka Suara
