Perkenalkan, Ini Harta Karun Migas Baru RI, Si 'Es Api'

Dalam kurun waktu satu dekade terakhir, negara maju berlomba-lomba mengembangkan riset pemanfaatan Es Api. Bedanya, negara Barat seperti Amerika Serikat (AS), Rusia, dan Kanada memilih berburu gas metana yang terperangkap es kutub Utara, sementara negara Timur seperti Jepang dan China memilih berburu es di hidrosfer, tepatnya di dasar Samudera Pasifik.
Jepang menjadi negara Asia yang paling awal melakukan studi dan eksperimen ekstraksi Es Api, yakni sejak tahun 2013. Pasalnya, Negeri Sakura tersebut memang kini sudah tidak memiliki cadangan energi fosil konvensional dan bergantung pada pasokan gas dan batu bara impor.
Bencana nuklir Fukushima pada 2011 makin mendesak mereka untuk menemukan energi alternatif mandiri. Namun sampai sekarang Jepang belum menemukan know-how untuk mengeksploitasi Es Api tersebut secara aman, efisien, dan menguntungkan secara bisnis.
China tidak mau kalah dalam perlombaan dengan mulai menguji coba ekstraksi Es Api pada tahun 2017. Bahkan, Negeri Panda ini menyalip di tikungan dengan mengumumkan bahwa pihaknya telah berhasil mengekstraksi senyawa tersebut ke permukaan bumi secara lebih efektif ketimbang Jepang.
Pada Maret 2020 lalu, Kementerian Sumber Daya Alam China dalam situs resminya menyebutkan bahwa pada 17 Februari hingga 18 Maret, pihaknya telah mencetak rekor dunia dengan mengangkat 861.400 meter kubik Es Api dari laut berkedalaman 1.225 meter.
Itu merupakan rekor ekstraksi Es Api terbesar dalam sejarah modern. Bahkan, China juga menyematkan diri sebagai pihak yang mengekstraksi Es Api terbanyak dalam sehari, yakni sebesar 287.000 meter kubik.
"Dibandingkan dengan hasil yang kami lihat dari penelitian Jepang, ilmuwan China telah berhasil mengekstraksi lebih banyak gas dalam upayanya," komentar Praveen Linga, profesor bidang kimia dari National University of Singapore, sebagaimana dikutip BBC.
Dia menyebut keberhasilan China itu merupakan terobosan besar yang akan memperkuat pasokan energi gas, mengingat Es Api tersebut memiliki kandungan gas alam yang 10 kali lipat lebih besar dari gas celah bebatuan (shale gas).
Kemungkinan besar, Es Api inilah yang menyebabkan China siap berkonfrontasi dengan negara-negara Asia Tenggara dalam kasus Laut China Selatan. Pasalnya, keberhasilan ekstraksi Es Api itu memang terjadi di titik geopolitik terpanas di kawasan Asia Pasifik tersebut.
(wia)[Gambas:Video CNBC]
