Cara Biar Si 'Es Api' Gak Jadi 'Harta Karun' Ngawang-Ngawang

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
21 June 2021 14:10
Oil pump silhouette at night. Foto: kotkoa / Freepik
Foto: kotkoa / Freepik

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyampaikan bahwa Indonesia punya 'harta karun' di sektor minyak dan gas (migas) berupa migas non konvensional bernama metana hidrat atau gas hidrat. Namun sampai saat ini harta karun tersebut belum tersentuh sama sekali.

'Harta karun' berupa metana hidrat merupakan senyawa hidrokarbon yang unik, karena tidak seperti energi fosil lain yang berbentuk padat (batu bara), cair (minyak bumi), dan gas (gas alam), ia berbentuk kristal es. Ia mudah terbakar karena di dalamnya terperangkap gas metana dalam jumlah besar. Julukan barunya adalah 'Fire Ice' atau si 'Es Api'.

Namun untuk bisa memanfaatkan metana hidrat menjadi komersial, perjalanannya masih sangat jauh dan perlu banyak upaya agar benar-benar bisa dimanfaatkan secara komersial, tidak sekedar di awang-awang saja.

Sekretaris Jenderal Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) Hadi Ismoyo menyampaikan, dalam mendorong pemanfaatan metana hidrat bisa dilakukan dengan bekerja sama dengan Jepang dan China yang sudah lebih maju mengkaji si 'es api' ini.

"Tentu kita, dengan pengalaman Jepang dan China, nggak ulangi dari awal sekali, bisa kerja sama dengan mereka dalam posisi yang shortcut saja. Di migas paling gampang langsung melakukan pemboran," ungkapnya dalam wawancara bersama CNBC Indonesia, Senin (21/06/2021).

Dia menyarankan kepada pemerintah untuk melakukan seismik sebelum melakukan pengeboran. Seismik dilakukan di satu wilayah yang jadi titik perhatian, misalnya busur selatan Sumatera, itu pun tidak perlu semuanya.

"Misal setengahnya, memang butuh puluhan juta US$. Lalu masalah sumber daya manusia (SDM) jangan khawatir di ITB, LAPI, LIPI, BPPT, UGM dan lainnya yang ngerti bidang hidrat. Mereka jarang ngomong saja, tenaga ahli yang hebat ini harus dimanfaatkan," ucapnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, pemerintah perlu memberi anggaran yang mencukupi untuk melakukan studi seismik. Dari seismik ini, baru proses selanjutnya yang bisa dilakukan adalah pengeboran.

"Dari seismik kita lakukan pemetaan, dari pemetaan baru tahu di mana titik yang bagus. Tes-tes ini kita tahu karakter reservoir bisa terjebak pada reservoir yang bagus dan tidak bagus," ungkapnya.

Menurutnya, untuk eksploitasi membutuhkan sumur yang sangat banyak, dari riset, pengeboran, lalu dilakukan uji produksi. Tak berhenti di situ, kemudian dilakukan seismik lagi, perhitungan cadangan dan karakter reservoir, lalu dibuat Rencana Pengembangan atau Plan of Development (POD) dan Front End Engineering and Design (FEED).

Bersamaan dengan upaya tersebut, pencarian pasar juga harus dilakukan. Menurutnya, pengguna gas harus dipetakan, mulai Selatan Sumatera dan Jawa, sehingga gas tidak perlu dibawa ke mana-mana.

"Langsung disalurkan di pantai-pantai selatan Sumatera Barat, Utara, lalu di daerah Lampung, Bengkulu daerah Sukabumi dan Jabar. Ini lebih ekonomis. Pemerintah harus keluarkan budget untuk riset agar ahli-ahli kita riset menyeluruh, sehingga nggak jadi 'harta karun' di awang-awang, tapi bisa dilaksanakan," paparnya.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harta Karun Migas Baru Ini Bisa Jadi 'BBM' di Masa Depan

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular