AS-Iran Susah Banget Deal, Reli Harga Minyak Dunia Berlanjut

Tirta, CNBC Indonesia
21 June 2021 11:47
Foto : REUTERS/Lucas Jackson/
Foto: REUTERS/Lucas Jackson/

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketika Iran dan Amerika Serikat (AS) sulit mencapai kesepakatan terkait perjanjian nuklir yang sempat berlaku hampir 6 tahun silam, dampaknya terasa di pasar minyak mentah dunia. 

Selama ini AS memberikan sanksi terhadap sektor migas Iran sehingga sulit ekspor. Hal ini membuat pasokan di pasar berkurang dan mendukung kenaikan harga minyak. Sampai dengan detik ini AS dan Iran masih sulit untuk mencapai kata sepakat. 

Negosiasi untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir Iran, terhenti pada hari Minggu setelah hakim Ebrahim Raisi memutuskan untuk memenangkan pemilihan presiden Iran di tengah jumlah pemilih yang rendah pada hari Sabtu.

Dua diplomat mengatakan mereka mengharapkan istirahat sekitar 10 hari.  ANZ Bank dalam risetnya mengatakan pemilihan itu dapat menunda kesepakatan nuklir. "Kemungkinan minyak Iran memukul pasar dalam jangka pendek tampaknya tidak mungkin," kata bank tersebut. 

Analis memperkirakan jika AS mencabut sanksi yang dikenakan pada Iran maka ada potensi kenaikan pasokan sebesar 500 ribu barel per hari (bph). Namun karena prospek negosiasi masih menemui jalan terjal harga si emas hitam masih cenderung naik. Apalagi jika dibarengi dengan prospek perbaikan permintaan di berbagai negara.

Pada perdagangan awal pekan ini harga kontrak minyak mentah Brent naik 0,5% ke US$ 73,88/barel. Kontrak West Texas Intermediate (WTI) juga naik tetapi lebih tinggi dengan apresiasi sebesar 0,64% ke US$ 72,1/barel. 

Kedua kontrak tersebut telah meningkat selama empat minggu terakhir di tengah optimisme atas laju vaksinasi global dan peningkatan dalam perjalanan musim panas. Rebound telah mendorong premi spot untuk minyak mentah di Asia dan Eropa ke level tertinggi dalam beberapa bulan terakhir. 

"Rebound permintaan di musim panas belahan bumi utara begitu kuat sehingga pasar menjadi semakin khawatir tentang penurunan tajam lebih lanjut pada stok," kata analis ANZ dalam sebuah catatan.

Kepala Eksekutif Vitol Russell Hardy mengatakan minyak kemungkinan akan diperdagangkan dalam kisaran antara US$ 70 dan US$ 80 per barel untuk sisa tahun ini dengan harapan bahwa Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya (OPEC+) akan mempertahankan pembatasan produksi.

Goldman Sachs memperkirakan Brent akan naik menjadi US$ 80/barel musim panas ini karena perkembangan vaksinasi yang pesat meningkatkan aktivitas ekonomi di seluruh dunia.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article AS-Iran Terancam Gagal Deal soal Nuklir, Harga Minyak Liar!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular