
AS-Iran Terancam Gagal Deal soal Nuklir, Harga Minyak Liar!

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah lanjut naik pada perdagangan kedua minggu ini, Selasa (25/5/2021) didukung oleh prospek buntunya negosiasi nuklir antara Iran dengan dunia barat.
Harga kontrak futures (berjangka) Brent naik 0,22% ke US$ 68,61/barel. Untuk kontrak West Texas Intermediate (WTI) naik 0,14% ke US$ 66,14/barel.
Seperti yang diketahui, Iran dan AS berusaha untuk kembali ke perjanjian nuklir lima tahun silam setelah AS mundur secara sepihak di era Presiden Donald Trump. Jika ada 'deal' maka kemungkinan besar AS akan mencabut sanksi untuk sektor minyak Iran yang berdampak pada peningkatan pasokan di pasar.
Naiknya suplai di pasar dalam kondisi pandemi seperti sekarang ini menjadi kekhawatiran bagi banyak pihak. Inilah yang menyebabkan harga minyak mentah sempat drop minggu lalu.
Perundingan akan berlanjut minggu ini di Viena. Namun prospek perundingan tampaknya berjalan alot setelah AS memberikan komentar negatif.
"Menteri Luar Negeri AS Blinken menuangkan air dingin atas prospek kebangkitan, menyatakan bahwa tidak ada indikasi bahwa Iran bersedia untuk mematuhi komitmen nuklir," kata Sophie Griffiths, Analis Pasar di OANDA, dalam catatan klien sebagaimana diwartakan Reuters.
Potensi gagalnya kesepakatan ini turut membuat harga minyak terangkat karena AS belum bisa mencabut sanksi ekonomi yang dijatuhkan kepada Iran. Ini berarti tak akan ada tambahan pasokan minyak yang membanjiri pasar.
Di sisi lain, harga minyak mentah terbantu oleh relaksasi aktivitas ekonomi di negara-negara Barat terutama Paman Sam yang secara agresif melakukan vaksinasi sehingga bisa melonggarkan pengetatan.
Akibatnya volume kendaraan dan mobilitas masyarakat di jalan raya mulai membaik dan mendongkrak permintaan terhadap bensin.
Reuters mengabarkan volume lalu lintas di semua jalan turun kurang dari 4% pada Maret dibandingkan dengan bulan yang sama dua tahun lalu mengacu pada data Federal Highway Administration ("Tren volume lalu lintas" FHWA, Maret 2021).
Tingkat lalu lintas telah turun 41% pada April 2020 pada puncak gelombang pertama pandemi dan masih turun 11% hingga Desember 2020 selama gelombang kedua.
Penggunaan mobil kemungkinan meningkat lebih jauh pada bulan April dan Mei karena social distancing dilonggarkan dan lebih banyak bisnis layanan dan kantor dibuka kembali.
Peningkatan aktivitas mengemudi berarti lebih banyak konsumsi bahan bakar. Volume bensin yang dipasok ke pasar domestik yang merupakan indikator untuk konsumsi, turun hanya 4% menjadi 8,9 juta barel per hari dalam empat minggu terakhir hingga 14 Mei lalu dibandingkan dengan rata-rata lima tahun sebelum pandemi sebesar 9,3 juta barel per har (bph).
Pelaku pasar mengantisipasi adanya badai di Teluk Meksiko dan kemungkinan alotnya perundingan penggunaan nuklir antara Iran dengan dunia barat.
Angin dengan kecepatan 48-56 km per jam yang terpantau di Teluk Mexico disebut memiliki peluang 60% menjadi badai. Apabila badai terjadi maka ada peluang aktivitas produksi maupun distribusi menjadi terganggu.
Bagaimanapun juga risiko yang bakal menekan harga minyak mentah masih ada. Prospek pemulihan ekonomi yang tak seragam dengan beberapa negara Asia yang terus melaporkan kenaikan kasus infeksi Covid-19 seperti India, Malaysia, Taiwan dan Singapura menjadi ancaman terbesar bagi harga si emas hitam.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Minyak Sentuh Level Tertinggi