
'Perang Vaksin' di Balik Pembatasan Haji 2021 Arab Saudi?

Oleh karena itu, sulit untuk mendapatkan jawaban rasional atas pelarangan masuk warga asing oleh pemerintah Saudi (kecuali bagi 11 negara di atas). Pelarangan ini berujung pada spekulasi bahwa faktor persaingan vaksin menjadi pemicunya, yang berimbas pada kebijakan haji tahun ini.
Pasalnya, perang vaksin memang sedang berlangsung antara kedua blok tersebut. Uni Eropa melalui Agen Pengobatan Eropa (European Medicines Agency/EMA) baru-baru ini menerbitkan aturan pelarangan warga negara asing memasuki Eropa Barat, kecuali sudah mendapat vaksin yang mereka setujui. Vaksin produksi China dan Rusia, tentu saja, tak diakui.
Membalas itu, China pun melarang masuknya warga asing ke negara mereka, jika tidak memiliki sertifikat bahwa dia sudah mendapatkan suntikan vaksin produk China. Mengutip The Guardian, rencana pemberlakuan kebijakan itu sudah diumumkan di 20 negara.
Hilangnya kesetaraan posisi vaksin ini mengindikasikan bahwa penanganan pandemi dunia sudah mulai diwarnai dengan kepentingan politik global, di mana negara-negara pemegang hegemoni saling bersaing memperebutkan pengaruh lewat vaksin.
Media AS berulangkali menuduh China melakukan "diplomasi vaksin" meski pemerintah AS sendiri gagal memasok vaksin murah bagi negara berkembang. Uni Eropa bahkan bersitegang dengan AstraZeneca karena tak rela negara mereka dinomorduakan dalam pasokan vaksin.
Di tengah "perang" tersebut, wajar jika kerajaan Saudi yang selama ini dekat dengan pemerintah AS ikut meramaikan dengan hanya mengizinkan warga dari 11 negara aliansinya itu untuk masuk ke teritorinya. Sangat bisa dipahami jika mereka bersikap diskriminatif terhadap vaksin produksi Rusia dan China.
Bukan tidak mungkin, kebijakan ini juga akan diberlakukan dalam pelaksanaan haji yang tinggal kurang dari dua bulan ini. Jika demikian kasusnya, maka pemerintahan negara berpenduduk mayoritas muslim "dipaksa" memesan vaksin besutan Blok Barat itu demi jamaah hajinya.
Oleh karena itu, Keputusan Menteri Yaqut yang prematur ini sangat disayangkan karena seolah terseret dalam pusaran persaingan vaksin tersebut. Indonesia memilih angkat tangan sebelum mengegolkan kuota ibadah haji-yang semula diprediksi masih tetap berjalan tahun ini, meski dengan pengurangan peserta dan pengetatan protokol kesehatan.
Indonesia perlu belajar dari Malaysia yang masih mencoba berdiplomasi dengan kerajaan Bani Saud, dan memilih mengalah dengan menyatakan siap menyuntik vaksin produk Barat ke calon jamaah haji mereka. Indonesia, yang posisi tawarnya lebih tinggi dari Malaysia karena menjadi pemasok haji terbanyak, malah memilih mundur tanpa berupaya mengambil jalan tengah serupa.
![]() |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags)[Gambas:Video CNBC]