
Kritikan Keras PDIP Terhadap APBN Jokowi!

Jakarta, CNBC Indonesia - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengkritik keras terhadap kebijakan anggaran pemerintahan di bawah Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Hal tersebut disampaikan oleh Anggota DPR Fraksi PDIP Bambang Wuryanto, dalam penyampaian pandangannya terhadap Kerangka Ekonomi Makro (KEM) dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (PPKF) RAPBN Tahun Anggaran 2022.
Dalam kesempatan itu, PDIP memandang bahwa sejak pandemi Covid-19 masuk ke tanah air, negara ini menjadi penuh ketidakpastian. Hal ini pun memaksa pemerintah untuk melakukan refocusing anggaran, yang difokuskan untuk menangani pandemi Covid-19.
"Covid sampai hari ini belum selesai. Catatan di 2020, kita dalam hal ini pemerintah menjadi kehilangan opportunity loss Rp 1.3456 triliun. Defisit APBN-nya menjadi 6,1%," jelas Bambang Wuryanto dalam Rapat Paripurna, Selasa (25/5/2021).
PDIP memandang bahwa regulasi yang diterapkan tahun lalu belum efisien, dan hal itu menjadi penghambat investasi dan daya saing ekonomi.
Partai yang dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri ini juga memandang sistem kesehatan masih jauh dari harapan. Penanganan pandemi Covid-19, menurut PDIP menuju perbaikan, tapi belum memadai.
Kemudian adanya refocusing anggaran, PDIP meminta Sri Mulyani dan jajarannya untuk bisa merancang dan menyusun APBN di tahun berjalan ini dengan matang.
Seperti diketahui, baru-baru ini Sri Mulyani meminta kepada seluruh Kementerian/Lembaga (K/L) untuk menyesuaikan anggaran, sebagai antisipasi adanya dampak kasus aktif Covid-19 di tanah air.
Adanya permintaan penyesuaian anggaran K/L tersebut disampaikan Sri Mulyani melalui surat resmi bernomor S-408/MK.02/2021 yang diterbitkan pada 18 Mei 2021. Penyesuaian tersebut ditujukan agar belanja dialokasikan untuk program prioritas, di antaranya adalah vaksin.
"PDIP tidak mempersoalkan hubungan anggaran vaksin, pasti kita setuju. Untuk penanganan covid pasti setuju, maupun pemulihan ekonomi nasional, PDIP pasti setuju. Yang dipersoalkan adalah mekanisme perencanaan dan penyusunan APBN di Kemenkeu," jelas Bambang.
"Ketika terjadi perubahan dengan keluarnya surat perencanaan di Kemenkeu, mohon izin rasa-rasanya perlu perbaikan lebih tajam lagi," ujar Bambang lagi.
Pasalnya, lanjut Bambang, sesuai fakta di lapangan, dalam melakukan refocusing anggaran pemerintah daerah 'keteteran'.
"Bila lewat akan dilakukan pemblokiran anggaran (oleh) Kemenkeu. [...] Fakta di lapangan, kawan di daerah ketika melakukan refocusing hanya waktu 10 hari terjadi 2 surat kementerian, itu di lapangan bikin pusing kepala daerah," jelas Bambang.
Pada rapat paripurna sebelumnya , Menteri Keuangan Sri Mulyani telah menyampaikan Kerangka Ekonomi Makro (KEM) dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (PPKF) RAPBN Tahun Anggaran 2022. Berikut rincian asumsi makro 2022:
- Pertumbuhan ekonomi 5,2%-5,8%
- Inflasi 2%-4%
- Tingkat bunga SUN 10 tahun 6,32 - 7,27%
- Rupiah Rp 13.900/US$ - Rp 15.000/US$
- ICP US$ 55 - US$ 65 per barrel
- Lifting minyak bumi 686 ribu barel per hari - 726 ribu barel per hari
- Lifting gas 1,03 juta barel setara minyak per hari - 1.1 juta barel setara minyak per hari.
Sementara itu fraksi lain di DPR mengenai RAPBN 2022, menyoroti berbagai kebijakan yang akan ditempuh oleh pemerintah di tahun depan. Sebagian besar fraksi menyoroti target pertumbuhan ekonomi pada di tahun depan.
Dari fraksi PPP, berpandangan bahwa perekonomian pada 2022 masih akan berada tahap pemulihan pandemi Covid-19. Juga ada tantangan eksternal yang harus diwaspadai seperti tapering off (pengurangan stimulus) oleh negara-negara maju.
"Tantangan laju perekonomian yang belum merata membuat pemerintah perlu kerja keras agar pertumbuhan ekonomi di atas 5% dapat dicapai pada 2022," Anggota DPR Fraksi PPP Syamsurizal.
Pandangan yang sama juga disampaikan oleh fraksi Demokrat yang pandangannya mengenai RAPBN 2021 dibacakan oleh Anggota DPR Fraksi Demokrat, Irwan.
"Demokrat meminta agar pemerintah lebih realistis terhadap target pertumbuhan ekonomi pada 2022 dengan mempertimbangkan capaian pertumbuhan ekonomi pada Kuartal I-2021 yang masih minus 0,74%," tuturnya.
Fraksi Gerindra juga berpandangan yang sama mengenai target pertumbuhan ekonomi. Menurut partai yang dipimpin Prabowo Subianto ini memandang target pertumbuhan ekonomi oleh pemerintah sebesar 5,2% - 5,8% mengesankan pemerintah terlalu memaksakan kehendak.
Hal itu, menurut Gerindra bisa menjadi boomerang bagi pemerintah, karena tahun-tahun sebelumnya target pertumbuhan ekonomi selalu meleset.
"Pada 2019 target pertumbuhan ekonomi 5,3%, realisasinya hanya 5,02%, padahal belum ada pandemi Covid-19. APBN 2020 telah direvisi karena adanya pandemi, dan masih meleset, terkontraksi cukup dalam minus 0,27%," jelas Anggota DPR Fraksi Gerindra Ade Rizki Pratama.
"Kuartal I -2021 ekonomi masih belum pulih dalam angka positif, minus 0,74%. Jika masih menargetkan pertumbuhan ekonomi tersebut, Gerindra meyakini dan mendorong pemerintah agar lebih keras lagi mengejar pertumbuhan dengan cepat, dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada kuartal-kuartal berikutnya," kata Ade melanjutkan.
Disisi lain, fraksi Nasional Demokrat berpandangan bahwa target pemerintah dalam mencapai pertumbuhan ekonomi di tahun depan cukup realistis.
"Karena tidak jauh berbeda dari lembaga internasional. Target tersebut tergantung kapasitas pemerintah dalam menanggulangi pandemi," jelas Anggota DPR Komisi XI Willy Aditya.
(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Megawati Bela Jokowi yang Naikkan Harga BBM, Apa Alasannya?