Pro Kontra Rencana Jokowi: PPN Naik, Ubah PPh & Tax Amnesty

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
24 May 2021 07:43
Warga melintas kawasan Stasiun MRT BNI City, Jakarta, Selasa (26/5). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Warga melintas kawasan Stasiun MRT BNI City, Jakarta, Selasa (26/5). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Mengenai adanya rencana kenaikan tarif PPN mendapat respons dari pelaku usaha. Semuanya sepakat bahwa menaikkan tarif PPN yang saat ini sebesar 10% dikhawatirkan akan mempengaruhi kenaikan harga atau inflasi dan daya beli masyarakat semakin menurun.

"Kurang tepat pada saat daya beli masih rendah , kalau naik PPN akan menimbulkan effect price inflation dan menurun lebih lagi daya beli, akan impact kepada sisi produksi," jelas Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perdagangan Benny Soetrisno kepada CNBC Indonesia belum lama ini.

Penolakan kenaikan tarif PPN juga datang dari para pengusaha ritel. Hal ini diungkapkan oleh Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Mande.

Pemulihan ekonomi nasional saat ini tengah berjalan. Dunia usaha, kata Roy, sedang mencoba bangkit dari pandemi. Bila kebijakan ini diambil maka akan merusak laju pemulihan ekonomi.

"Karena di kala akan ada pembahasan kebaikan PPN ini, maka market dan pelaku usaha akan bereaksi," terangnya.

Sementara itu, mengenai adanya wacana pengampunan pajak justru menimbulkan pro dan kontra. Sebagian kalangan pengusaha cenderung mendukung.

Ketua Bidang Keuangan & Perbankan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Ajib Hamdani menilai langkah ini mau tidak mau harus diambil akibat situasi yang tidak menentu. Cara ini bisa menggenjot pemasukan negara.

"Pemerintah perlu terobosan, sebuah jalan tengah terbaik dan saya pikir tax amnesty bisa menjembatani itu," katanya dalam Power Lunch, CNBC Indonesia akhir pekan ini.

Kendati demikian, belajar dari tax amnesty jilid I pada lima tahun lalu, pemerintah harus memberi suasana tenang dalam menjalankan programnya, jangan justru menakut-nakuti.

Wakil Komite Tetap Industri Hulu & Petrokimia Kadin Indonesia Achmad Widjaja menjelaskan setelah lapor berjalan hampir lima tahun lebih, banyak pengusaha merasa tax amnesty bermanfaat. Namun, pemerintah diminta untuk menenangkan.

Menurut dia, permintaan itu karena melihat situasi pada tax amnesty jilid I, pengusaha melihat situasinya dibayangi ketidakpastian, sehingga ketika akan melapor pun ada rasa ragu bahkan panik. Hal itu tidak boleh terjadi di program kali ini.

"Saran kita sebagai pengusaha saat mau meluncurkan harus betul-betul secara tenang, sangat bersahabat untuk pengusaha melapor diri atau yang belum tercatat di pemerintah. Jangan ditakut-takuti" ujarnya.

Supaya program ini bisa berjalan maksimal, pengusaha meminta pemerintah agar memberi sosialisasi baik kepada petugas yang ada di lapangan.

Selain itu, pelaksanaan tax amnesty jilid II disarankan ada penambahan waktu. Proses administrasi yang tidak sebentar menjadi salah satu alasannya, apalagi situasinya sedang tidak normal.

"Karena kondisi pandemi, saat mau diluncurkan orang dikasih satu tahun untuk bisa melengkapi seluruhnya, karena kalaupun ada yang disebut pengampunan pajak ini yang harus dilapor di luar negeri kan tak bisa pergi karena pandemi," jelas Achmad Widjaja.

Halaman 4>>

(sef/sef)
Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular