Internasional

Salahnya di Sini! Penyebab Corona Taiwan & Singapura Naik

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
21 May 2021 14:25
Singapura

Jakarta, CNBC Indonesia - Kasus infeksi Covid-19 di Singapura dan Taiwan naik signifikan. Dalam minggu ini saja, Singapura mencatat 248 kasus baru sementara Taiwan melaporkan 1.200 infeksi lokal.

Ledakan infeksi ini membuat keduanya menerapkan kebijakan penguncian yang ketat dengan membatasi jumlah pertemuan antar individu dan penutupan sekolah. Hal ini membuat gempar masyarakat dunia.

Bagaimana tidak. Keduanya sebelumnya dicap sebagai negara yang sangat berhasil dalam mengendalikan laju infeksi virus yang pertama kali muncul di kota Wuhan, China, itu.

Lalu apa yang sebenarnya salah dalam perjuangan kedua wilayah ini dalam mengatasi pandemi ? Berikut ulasannya mengutip BBC Internasional.

Halaman 2

Taiwan sebelumnya berhasil dalam mengendalikan pandemi. Hal ini dikarenakan cepatnya pulau itu dalam menutup perbatasannya dari luar, terutama terkait dengan kedatangan asal China.

Namun nyatanya kisah keberhasilan ini membuat masyarakat dan pemerintah terlena. Rumah sakit berhenti secara agresif menguji orang untuk Covid, bahkan mereka yang demam, padahal itu merupakan ciri-ciri infeksi.

Menurut publikasi online Our World in Data, Taiwan hanya melakukan 0,57 tes virus per 1.000 orang pada pertengahan Februari. Ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan angka Singapura 6,21 dan angka Inggris 8,68 pada sekitar periode yang sama.

"Ada asumsi umum bahkan dengan orang yang menunjukkan gejala bahwa kemungkinan terkena Covid-19 pada dasarnya nol," kataAssociate Professor Lin Hsien-ho dari National Taiwan University.

"Dokter tidak menanggapinya dengan serius, rumah sakit tidak waspada, mereka tidak melakukan banyak pelacakan kontak. Jelas ada rasa puas diri."

Kelengahan ini makin mencolok pada saat Taipei melonggarkan persyaratan karantina untuk pilot maskapai yang tidak divaksinasi. Dari periode 14 hari awal, menjadi lima hari, dan pada akhirnya jadi tiga hari saja.

Alhasil, muncul sebuah kluster yang terhubung dengan pilot maskapai resmi Taiwan, China Airlines, yang menginap di hotel Novotel Taoyuan.Banyak dari mereka yang terkait dengan kluster ini kemudian ditemukan telah mengontrak varian Inggris, yang dikenal sebagai B.117.

Kemudian, virus ini mulai menyebar ke beberapa tempat publik di wilayah itu seperti 'Tea Houses'. Kedai tersebut merupakan tempat hiburan dewasa favorit warga Taiwan.

"Ada orang-orang yang bernyanyi, minum, sering melakukan kontak di dalam ruangan. Itu bukan hanya satu kedai teh tetapi banyak di jalan yang sama, itu adalah acara penyebar super yang sangat besar," kata Dr Lin.

Profesor Chen Chien-jen, seorang ahli epidemiologi dan mantan wakil presiden Taiwan, mengatakan fakta bahwa banyak orang yang dites positif tidak mau menyatakan bahwa mereka telah mengunjungi tempat hiburan dewasa. Hal itu membuat pelacakan kontak menjadi lebih sulit.

"Ini hanya mengingatkan kita bahwa bahkan ketika sebagian kecil populasi melanggar aturan, itu akan menyebabkan kebocoran," kata Dr Chen.

Halaman 3>>

Singapura yang sebelumnya menerapkan protokol kesehatan yang ketat tiba-tiba 'kebobolan' setelah beberapa staff Bandara Changi, yang notabenenya adalah satu-satunya akses udara masuk ke negara pusat finansial Asia itu, terpapar Covid-19 dari kedatangan asal Asia Selatan.

Beberapa dari pekerja ini kemudian melanjutkan untuk makan di food court bandara yang terbuka untuk umum, membuka potensi penyebaran virus lebih lanjut. Lebih parahnya lagi, beberapa staff terkonfirmasi terinfeksi virus varian B.1617 asal India yang diduga lebih berbahaya.

Seorang ahli mengatakan bahwa jebolnya pertahanan Singapura dari Covid-19 merupakan hal yang sebenarnya sangat mungkin terjadi mengingat posisi negara kota itu yang merupakan pusat perdagangan sehingga masuk dan keluarnya pendatang sangat diperlukan.

"Tapi kami tidak seperti China yang dapat menutup perbatasannya sepenuhnya. Reputasi kami sebagai negara, ekonomi kami, terkait dengan posisi kami sebagai pusat perdagangan,"kata Prof Teo Yik Ying, dekan NUS School of Public Health.

Halaman 4>>>

Dari kedua kejadian itu, ada masalah yang sama dihadapi oleh baik Singapura dan Taiwan. Yakni progres vaksinasi Covid-19 yang kurang cepat.

Banyak orang di Taiwan tidak ingin mengambil vaksin ketika semuanya berjalan baik. Pengunaan AstraZeneca sebagai satu-satunya yang tersedia di Taiwan saat ini, semakin menambah keraguan ini.

AstraZeneca memiliki masalah disejumlah negara dengan efek samping pembekuan darah. Beberapa negara dunia bahkan batal menggunakan vaksin tersebut.

Namun, peningkatan kasus saat ini membuat warga Taiwan sekarang berbondong-bondong untuk mendapatkan vaksin. Satu-satunya masalah adalah jumlah vaksin tidak cukup untuk dibagikan.

Taiwan sampai saat ini hanya menerima 300.000 vaksin. Padahal populasi warga mencapai 24 juta.

"Kami telah mencoba sebaik mungkin untuk membeli vaksin dari perusahaan internasional tetapi kami tidak mendapatkan banyak. Satu-satunya cara untuk mempertahankan pasokan kami adalah dengan memproduksi sendiri, ini sangat penting bagi Taiwan," kata Dr Chen.

Taiwan saat ini sedang bekerja untuk memproduksi dua vaksin lokal. Vaksin diperkirakan akan hadir secepatnya pada Juli.

Sementara di Singapura, sekitar 30% warga telah menerima setidaknya satu dosis vaksin. Menurut Our World in Data, ini menjadikan Singapura sebagai negara dengan tingkat vaksinasi tertinggi di Asia Tenggara.

Tetapi negara itu dibatasi oleh pasokan vaksinnya. Pasalnya, negeri itu tak mampu memproduksi vaksinnya sendiri.

"Pada akhirnya kami dibatasi oleh pasokan. Di negara-negara seperti Inggris, AS, China, mereka memiliki kemampuan untuk memproduksi vaksin sendiri," kata Prof Teo.

"Kami mengantisipasi bahwa kebutuhan vaksin akan menjadi jangka panjang, jadi itulah mengapa kami bergerak menuju kemampuan manufaktur kami sendiri. Kemudian kami tidak akan lagi bergantung."

Prof Teo menambahkan bahwa lonjakan di kedua tempat tersebut merupakan pelajaran bagi negara-negara yang sekarang mungkin mengalami penurunan kasus.

"Ketika kita melihat negara-negara di Eropa, atau AS mulai melonggarkan tindakan, saya pikir mereka harus sangat berhati-hati dan melihat ke seluruh dunia untuk melihat apa yang terjadi," katanya.




(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Covid Menggila! Singapura, Malaysia Hingga Taiwan Lockdown

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular