Tambang Semringah Gegara Super Siklus, Migas Masih Dagdigdug

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
19 May 2021 19:35
tambang minyak lepas pantail
Foto: ist

Jakarta, CNBC Indonesia - Angin segar sedang dirasakan para pengusaha pertambangan. Pasalnya, sektor pertambangan sedang menghadapi super siklus di mana harga sejumlah komoditas tambang tengah membubung tinggi.

Di tengah super siklus pertambangan, bagaimana dengan sektor minyak dan gas bumi (migas)?

Direktur Utama PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) Hilmi Panigoro menilai, hal serupa kecil kemungkinannya terjadi pada industri migas. Pasalnya, permintaan minyak dunia masih lemah, terutama karena masih belum meredanya pandemi Covid-19. Alih-alih reda, malah kini sejumlah negara kembali membatasi pergerakan warga dan mengunci wilayah (lockdown) karena kembali melonjaknya kasus dan ditemukannya varian baru virus Corona.

Oleh karena itu, pulihnya sektor perminyakan menurutnya akan sangat tergantung dari keberhasilan vaksinasi.

"Bicara super cycle artinya harga tinggi dan cukup panjang. Kalau bicara minyak, most likely kecil. India, Tokyo, Singapura, Malaysia semua lockdown lagi, keberhasilan vaksinasi kita belum tahu," ujarnya dalam wawancara bersama CNBC Indonesia, Rabu (19/05/2021).

Meski dalam dua bulan terakhir harga minyak naik karena ekspektasi akan terjadi rebound pada semester kedua tahun ini. Tapi kini muncul kemungkinan Iran menambah pasokan 2-3 juta barel bila terjadinya kesepakatan antara AS dan Iran terkait nuklir. Artinya, berpotensi membuat sanksi Iran dicabut dan pasokan ekspor Iran bakal membanjiri pasar, sehingga bisa berdampak pada menurunnya harga minyak.

Namun menurutnya efek dari geopolitik tidak akan berlangsung lama.

"Menurut saya, efek-efek geopolitik ini nggak akan berlangsung lama, efek cuma 1% antara US$ 1-2 (per barel), yang penting betul-betul fundamental perubahan supply demand, tergantung dari keberhasilan vaksinasi," tegasnya.

Menghadapi kondisi ketidakpastian ini, menurutnya upaya yang perlu dilakukan perusahaan migas adalah mengontrol biaya, yakni bagaimana agar biaya produksi bisa ditekan di bawah US$ 10 per barel.

"Di harga minyak yang masih mungkin konservatif tahun ini dan akan datang. kita harus kendalikan capital expenditure (capex/ belanja modal) dan operating expense (opex/ biaya operasi) kita, sehingga saat harga minyak jatuh masih survive," tuturnya.

Harga minyak mentah global ambles 1% pada perdagangan hari ini, Rabu (19/5/2021). Kenaikan inflasi dan adanya potensi peningkatan suplai minyak dari Iran turut membebani harga.

Harga kontrak Brent drop 0,96% ke US$ 68,05/barel. Harga minyak mentah Brent tertekan cukup dalam setelah sebelumnya sempat sangat dekat ke level US$ 70/barel.

Sementara itu untuk kontrak West Texas Intermediate (WTI) yang juga dikenal dengan nama Light Sweet yang menjadi patokan Amerika Serikat (AS) harganya melemah 1,04% ke US$ 64,81/barel.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RI Berisiko Tinggi Alami Tumpahan Minyak dari Kegiatan Migas

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular