PPN Tak Lagi 10%, Siap-siap Harga Barang Bakal Naik!

Lidya Julita Sembiring, CNBC Indonesia
11 May 2021 12:52
Suasana pengunjung mall di Mall Metropolitan, Bekasi Barat, Jawa Barat, Rabu 11/3/2020.  Pengelola pusat perbelanjaan lebih serius melakukan antisipasi penyebaran virus corona menyusul adanya Pasien positif Corona (COVID-19) kasus nomor 25 meninggal dunia. Pasien tersebut merupakan warga negara asing (WNA) berusia 53 tahun. Dikutip dari Berita CNBC Indonesia Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Perbelanjaan Indonesia (APPBI) Stefanus Ridwan mengatakan sebelum adanya pengumuman kasus positif, pengelola mal hanya menyediakan hand sanitizers bagi pengunjung untuk cuci tangan. Setelah, ini akan ada antisipasi pencegahan khususnya pada bagian-bagian yang berpotensi terjadi penularan. Pantauan CNBC Indonesia Mall di kawasan Bekasi ini terlihat beberapa orang yang lalu lalang berdatangan. Salah satu pegawai mall mengatakan kondisi di mall ini belum bisa dibilang terlihat sepi karena Corona,
Foto: Suasana Mall Metropolitan, Bekasi Barat, Jawa Barat, Rabu (11/3/2020). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah berencana menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang saat ini sebesar 10%. Tarif baru diharapkan bisa diterapkan pada tahun depan.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Bidang Perdagangan, Benny Soetrisno mengatakan, kenaikan tarif PPN ini tentu akan sangat berdampak pada harga barang yang semakin mahal.

"Kalau naik PPN ini akan menimbulkan effect price inflation (kenaikan harga) ," ujarnya kepada CNBC Indonesia, Selasa (11/5/2021).

Oleh karenanya, ia menilai kebijakan kenaikan PPN ini sangat tidak tepat dilakukan. Sebab, kenaikan harga akan semakin menurunkan daya beli masyarakat.

Tentunya ini akan memperlambat pemulihan ekonomi dalam negeri. Karenanya dengan daya beli yang turun maka sisi konsumsi tetap lemah seperti saat ini.

"Juga impact kepada pengusaha dari sisi produksi," jelasnya.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo menjelaskan, ada dua skema yang dibahas Pemerintah untuk tarif terbaru PPN ini.

Pertama tetap single tarif seperti saat ini atau multi tarif mengikuti negara lainnya. Jika single tarif maka batasan maksimal PPN bisa naik sampai 15% sesuai UU PPN tahun 2009.

Namun, jika multitarif maka akan ada perbedaan antara PPN barang reguler untuk kebutuhan masyarakat berpenghasilan rendah dan barang mewah. Tentunya PPN skema multitarif dinilai lebih baik karena memberikan rasa keadilan pengenaan tarif yang lebih tinggi untuk barang mewah yang dikonsumsi masyarakat kaya.

Ekonom CORE Piter Abdullah juga menyampaikan hal yang sama, bahwa jika Pemerintah ingin menaikkan PPN maka sebaiknya dilakukan berbeda atau multi tarif.

"Sebaiknya tarif PPNĀ tidak satu, tapi berbeda-beda," kata dia.

Dengan perbedaan tarif ini ia menilai bahwa Pemerintah bisa mengatur, kenaikan PPN hanya untuk barang yang tidak berpengaruh besar ke inflasi seperti barang mewah. Sebab, barang mewah adalah barang sekunder yang kontribusinya kecil ke inflasi.

Sementara itu, barang primer atau yang dibutuhkan oleh banyak orang terutama kelompok menengah ke bawah sebaiknya PPN nya diturunkan. Dengan demikian maka tidak akan terjadi kenaikan harga atau inflasi yang besar-besaran.

"Jadi kalau Pemerintah cermat merencanakan kenaikan PPN ini, inflasi tidak akan banyak terpengaruh," tegasnya.


(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tarif PPN Bakal Naik, Khusus Barang Mewah Bisa Lebih Tinggi!

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular