Tagih Utang Bambang Tri & Lapindo, Defisit APBN Bisa Ditambal

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
10 May 2021 16:45
Infografis: 13 Tahun Menyembur, Lumpur Lapindo Sedot Rp 11 T Uang APBN
Foto: Infografis/ 13 Tahun Menyembur, Lumpur Lapindo Sedot Rp 11 T Uang APBN/Aristya Rahadian krisabella

Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonom Institue for Development of Economics and Finance, Bhima Yudhistira memandang penagihan utang kepada Bambang Trihatmodjo hingga Lapindo perlu dilakukan. Apalagi saat penerimaan negara lagi seret.

"Penagihan piutang perlu dikejar karena negara sedang mengalami pelebaran defisit. Artinya setiap rupiah potensi piutang yang akan masuk kas negara menjadi penting," ujar Bhima kepada CNBC Indonesia, Senin (10/5/2021).

Pengejaran terhadap piutang, kata Bhima juga untuk menegaskan bahwa negara tegas terhadap para pengusaha yang belum sepenuhnya berkomitmen melunasi kewajibannya.

Oleh karena itu, penagihan piutang kelas kakap menjadi penting untuk dilakukan. Sayangnya, Bhima menilai seringkali penagihan bersinggungan dengan kepentingan politik.

"Instrumen untuk menagih piutang sudah lengkap, tapi kadang tersandera kepentingan politik," kata Bhima melanjutkan.

Bhima juga meyarankan, dalam rangka mencari penerimaan baru, bisa dengan meningkatkan penyidikan wajib pajak kakap yang selama ini tingkat kepatuhannya rendah.

Khususnya bagi wajib pajak yang belum ikut dalam tax amnesty pada 2016-2017 dan namanya terlibat dalam laporan penghindaran pajak global, seperti Panama Papers dan Paradise Papers.

"Bisa dimulai dari data-data yang available, selain itu dirjen pajak bisa optimalkan pertukaran data antar negara. Saya kira data bukan jadi masalah," tuturnya.

Terakhir adalah solusi untuk kejar aset yang belum selesai dalam kasus dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Diperkirakan ada Rp 108 triliun aset yang masih gelap dalam skandal BLBI.

"Kehadiran satgas pemburu BLBI diharapkan membuahkan hasil dalam waktu dekat," kata Bhima melanjutkan.

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet memandang, hal yang paling utama dalam melakukan penagihan pitang adalah komunikasi kepada individu atau institusi yang memiliki piutang kepada pemerintah.

Kendati demikian, dalam penagihan ini, menjadi tantangan tersendiri di tengah pandemi Covid-19 saat ini, karena kondisi keuangan dari masing-masing individu atau lembaga akan jauh berbeda. Diperlukan pendekatan yang persuasif.

"Oleh karena itu pendekatan persuasif saya kira bisa menjadi langkah awal yang bisa ditempuh oleh pemerintah," jelas Yusuf kepada CNBC Indonesia.

Bersamaan dengan itu, pemerintah juga menurut Yusuf perlu secara reguler menginventarisir bukti-bukti piutang dari para lembaga dan individual tersebut, jika suatu waktu ada gugatan dari masing-masing pemilik utang.

Selain itu, pemerintah juga harus mengupgrade kapasitas dari para analisis piutang negara, untuk bisa terus update terhadap beragam pelaporan laporan keuangan dan pergerakan arus keuangan yang paling terbaru.

Seperti diketahui, menurut catatan Kementerian Keuangan, utang yang harus dibayar Bambang Trihatmodjo selaku penanggung jawab yang menyelenggarakan SEA Games XIX pada 1997, sebesar Rp 50 miliar.

Sementara, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya milik keluarga Bakrie, harus mengembalikan uang negara sebesar Rp 1,91 triliun.


(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Menolak Lupa Lapindo! Utang Bakrie ke Negara Belum Lunas

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular