Utang Bakrie di Lapindo: Dari Rp770 M Bengkak Jadi Rp2,2 T

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Keuangan terus menagih utang yang dimiliki oleh perusahaan Aburizal Bakrie, berkaitan dengan lumpur lapindo.
Sebab, perusahaan Bakrie yakni PT Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya belum juga melunasi pembayaran utang kepada pemerintah. Padahal, utang tersebut sudah jatuh tempo pada 10 Juli 2019 lalu.
Namun, tiga tahun berlalu utang tersebut masih belum dilunasi. Bahkan nilainya bertambah dikarenakan denda dan bunga yang terus berjalan.
"Mengenai Lapindo pada dasarnya kami di DJKN akan melakukan sesuai ketentuan. Semakin lama dendanya akan kami hitung. Itu dasarnya," ujar Dirjen Kekayaan Negara Rionald Silaban dalam bincang media, Jumat (28/1/2022).
Diketahui, utang Lapindo kepada pemerintah sebesar Rp 773,8 miliar dengan bunga 4%. Utang tersebut berasal dari dana talangan yang diberikan pemerintah untuk ganti rugi bencana alam Lumpur Lapindo kepada masyarakat sekitar pada 2007 silam.
Berjalannya waktu, pembayaran yang seharusnya dilakukan setiap tahunnya baru dilakukan sekali yakni pada akhir tahun 2018 lalu sebesar Rp 5 miliar. Sejak saat itu, tidak ada lagi pembayaran yang dilakukan Lapindo meski terus ditagih oleh pemerintah.
Adapun total nilai utang Lapindo hingga 31 Desember 2020 menjadi Rp 2,23 triliun. Ini terdiri dari bunga Rp 201 miliar dan juga denda yang tak dirinci nilainya.
Dengan kondisi ini, pemerintah berencana untuk menyita aset milik Lapindo. Namun, tentunya dengan melihat dulu nilai aset tanah tersebut. Jika tidak bernilai maka Pemerintah akan tetap menagih pembayaran melalui aset lainnya dari Lapindo.
"Kita melihat bottom line nya begini pihak yang bersangkutan menyatakan bahwa tolong diambil tanahnya. Nah kami di DJKN tidak serta merta seperti itu, betul ada perjanjian yang mengatakan itu jaminan, tapi yang diutamakan adalah pembayarannya," pungkasnya.
[Gambas:Video CNBC]
Masalah Lapindo Belum Beres, Bakrie Masih Ngutang Rp 2,23 T
(mij/mij)