
Menelusuri Sejarah Utang Bambang Tri & Lapindo Milik Bakrie

Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Rionald Silaban mengisyaratkan utang Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya milik keluarga Aburizal Bakrie belum lunas dan akan terus ditagih oleh pemerintah.
"Lapindo masih kita teliti, pada dasarnya apa yang ada di catatan pemerintah itu yang akan kita tagihkan," jelas Rio dalam media briefing virtual pada akhir bulan lalu.
Utang yang melilit keluarga Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (periode 2004-2005) ini berawal pada Maret 2007.
Saat itu pemerintah memberikan dana talangan untuk ganti rugi bencana alam Lumpur Lapindo melalui perjanjian Pemberian Pinjaman Dana Antisipasi untuk Melunasi Pembelian Tanah dan Bangunan Warga Korban Luapan Lumpur Sidoarjo dalam Peta Area Terdampak 22 Maret 2007.
Perusahaan konglomerasi Bakrie itu memperoleh pinjaman Rp 781,68 miliar. Namun utang yang ditarik dari pemerintah (dana talangan) sebesar Rp 773,8 miliar.
Perjanjian pinjaman tersebut memiliki tenor 4 tahun dengan suku bunga 4,8%. Sedangkan denda yang disepakati adalah 1/1.000 per hari dari nilai pinjaman.
Kala perjanjian disepakati, Lapindo akan mencicil empat kali sehingga tidak perlu membayar denda. Atau Lunas pada 2019 lalu.
Nyatanya, semenjak uang negara dicairkan melalui perjanjian PRJ-16/MK.01/2015 mengenai Pemberian Pinjaman Dana Antisipasi untuk Melunasi Pembelian Tanah dan Bangunan Warga Korban Luapan Lumpur Sidoarjo dalam Peta Area Terdampak 22 Maret 2007, Lapindo hanya mencicil satu kali.
Pihak Lapindo baru membayar utang dana talangan pemerintah sebesar Rp 5 miliar dari total utang Rp 773,8 miliar.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya harus mengembalikan uang negara sebesar Rp 1,91 triliun.
Pengembalian uang negara itu merupakan pokok, bunga, dan denda yang harus dibayar Lapindo atas pinjaman dana talangan akibat luapan lumpur di Sidoarjo, Jawa Timur.
(mij/mij)[Gambas:Video CNBC]
