
Saat Helikopter Uang Jokowi 'Ngendon' Gegara Kepala Daerah

Menyikapi kondisi ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menambah kewenangan Bank Indonesia (BI), Peran bank sentral di sini, nantinya akan seperti helikopter yang menggelontorkan uang ke Kementerian Keuangan yang nantinya akan disalurkan kepada sektor ril.
BI telah mendapatkan izin dari Jokowi untuk melakukan hal itu, seiring dengan dilegalkannya kewenanan BI dalam membeli langsung Surat Berharga Negara (SBN) dari pemerintah.
Tak hanya itu, Jokowi juga mengaloasikan anggaran sekitar Rp 695,2 triliun anggaran untuk Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Anggaran tersebut terdiri dari anggaran kesehatan, perlindungan sosial, insentif usaha, pembiayaan korporasi, hingga bantuan kepada UMKM serta pemerintah daerah.
PEN merupakan rangkaian kegiatan untuk mengurangi dampak Covid-19 terhadap perekonomian. Program ini bertujuan untuk melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan ekonomi para pelaku usaha dalam menjalankan usahanya selama pandemi Covid-19.
Apalagi, anggaran PEN hanpir seluruhnya berasal dari kas keuangan negara yang mayoritas pendapatannya berasal dari penerimaan pajak. Jika dalam kondisi sekarang pajak tak bisa diharapkan, pemerintah pun mau tak mau harus menerbitkan surat utang untuk membiayai perekonomian.
Lantas, apa jadinya jika ratusan triliunan dana yang sudah disiapkan ternyata tidak disalurkan untuk kembali menggairahkan aktivitas perekonomian?
Saat memberikan pengarahan kepada kepala daerah se-Indonesia, Presiden Joko Widod (Jokowi) tak kuasa meluapkan kekecewannya terhadap sikap para kepala daerah dalam penggunaan anggaran di tengah pandemi Covid-19.
Kepala negara menyoroti realisasi belanja pemerintah daerah masih seret. Memang sudah ada kenaikan, namun berada di pos belanja pegawai yang sebenarnya tidak terlalu memberikan pengaruh signifikkan terhadap perekonomian.
"Kemaren angka yang saya lihat yang tinggi itu baru belanja pegawai. Tapi itu juga baru di angka 63%. Belanja modal akhir Maret kemarin baru 5,3%. Baru 5%. Padahal yang namanya perputaran uang di sebuah daerah itu sangat menentukan pertumbuhan ekonomi," kata Jokowi.
Data yang diperoleh Jokowi, pada akhir Maret terdapat dana pemerintah daerah yang masih mengendap di bank sebesar Rp 182 triliun. Artinya, ratusan triliun dana yang ditransfer pemerintah pusat tidak dibelanjakan untuk percepatan pemulihan ekonomi.
"Tidak semakin turun, semakin naik. Naik 11,2%. Artinya tidak segera dibelanjakan. Gimana pertumbuhan ekonomi daerah mau naik kalau uangnya disimpan di bank? Hati-hati," tegasnya.
Dana tersebut seharusnya bisa dipergunakan pemerintah daerah untuk menyalurkan berbagai bantuan sosial kepada masyarakat. Sehingga, dana tersebut bisa kembali berputar dan mengembalikan aktivitas ekonomi di daerah seperti sedia kala.
"Kalau ada belanja, artinya ada permintaan. Kalau ada permintaan, ada pertumbuhan ekonomi di daerah itu. Jadi segera cairkan," jelasnya.
Jokowi lantas mengajak seluruh pemerintah provinsi, kabupaten maupun kota untuk segera membelanjakan anggarannya. Bukan semata-mata mengejar pemulihan ekonomi, namun untuk membantu masyarakat yang terdampak Covid-19
"Ini disegerakan sehingga terjadi peredaran uang di daerah. Hati-hati Rp 182 triliun. Ini uang yang sangat guede sekali. Ini kalau segera dibelanjakan, uang akan berputar di masyarakat akan pengaruhi pertumbuhan ekonomi yang tidak kecil," jelasnya.
(dob/dob)[Gambas:Video CNBC]