Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah memastikan berbagai insentif akan segera diberikan kepada sektor-sektor usaha yang tertekan akibat kebijakan larangan mudik Lebaran 2021. Salah satunya, tambahan modal kerja dan restrukturisasi selama 3 tahun ke depan.
Insentif tersebut sudah tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Adapun sejumlah sektor yang disorot terkena dampak larangan mudik di antaranya sektor ritel, hotel, restoran dan kafe.
"Untuk transportasi dan ritel, pemerintah sudah mengeluarkan melalui PMK ada insentif untuk penambahan modal kerja bagi perusahaan-perusahaan yang terkena dampak pandemi, terutama di sektor ritel, hotel, restoran dan kafe di mana akan dapat tambahan fasilitas modal kerja dan bisa restrukturisasi tiga tahun," jelas Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers virtual, Jumat lalu (23/4/2021), dikutip Minggu (25/4).
Menurut ketua umum DPP Partai Golkar tersebut, masing-masing usaha silakan berkomunikasi dengan perbankan agar bisa mendapatkan insentif tersebut. Pemerintah juga akan terus memonitor perkembangan pemberian insentif.
"Jadi bisa bicara dengan perbankan masing-masing dan Himbara [Himpunan bank-bank BUMN] maupun Perbanas [Perhimpunan bank-bank nasional] sudah dikomunikasikan dan kita akan monitor satu per satu untuk yang mengajukan restrukturisasi tersebut," tegasnya.
NEXT: Ritel hingga waralaba
Salah satu sektor yang tengah 'berdarah-darah' yakni bisnis waralaba (franchise) yang banyak yang mengalami tekanan keuangan yang berat. Kondisi ini terjadi juga akibat terdampak pandemi Covid-19 sejak Maret tahun lalu.
Dampaknya banyak yang tak bertahan sehingga harus tutup gerai. Hal yang sama pun terjadi pada bisnis ritel, restoran, hingga hotel.
Ketua Komite Tetap Bidang Waralaba Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Levita Ginting Supit mengatakan ada 15% atau sekitar 953 gerai waralaba tutup sementara ataupun permanen selama pandemi Covid-19.
"Berdasarkan survei, sekitar 15 persen atau atau 953 gerai itu tutup sementara atau tutup permanen dari total 5.621 gerai dari 30 brand (merek). Sekitar 14 persen atau 762 gerai itu dimiliki franchisor (pihak pemberi waralaba) dan 86 persen atau 4.859 gerai itu dimiliki oleh franchisee", ujarnya kepada CNBC Indonesia.
Dari total 953 gerai tersebut, 60% di antaranya merupakan gerai yang berdiri sendiri (stand alone), sekitar 13% berada di pusat perbelanjaan (mall) dan sisanya berada di kawasan ruko.
Menurut Levita, pandemi Covid-19 menjadi pekerjaan berat bagi pemilik waralaba yakni franchisor yang harus menjaga keberlanjutan bisnis para franchisee tetap bertahan. Pasalnya, kegagalan para franchisee menimbulkan citra (image) yang buruk bagi si pemberi waralaba itu sendiri.
"Ini kondisi yang sama-sama sulit bagi franchisor atau franchisee. Emang benar franchisee harus ada royalti yang diberikan tapi kan franchisor mereka harus ada kunjungan, mereka harus nge-lead bagaimana restoran franchisee bisa bertahan. Karena kalau resto franchisee tutup ini menjadi bad image bagi franchisor", tambahnya.
Di tengah kondisi yang sulit antara pemberi dan penerima waralaba tersebut, keduanya harus melakukan kolaborasi dan solusi bersama agar waralaba yang telah berdiri saat ini dapat terus bertahan menghadapi potensi tutupnya toko baik secara permanen maupun sementara.
Tak hanya waralaba, restoran dan gerai ritel juga terdampak. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey mengatakan setiap hari toko ritel di Indonesia yang tutup kian bertambah.
Toko yang harus tutup atau bangkrut ini disebabkan karena permintaan lemah di sektor konsumsi. Padahal konsumsi masyarakat sangat menentukan keberlanjutan usaha ritel.
"Setiap hari kami hitung dari sisi asosiasi, hampir 1 toko tutup setiap hari, di seluruh Indonesia termasuk di Bali," ujarnya.
Menurut dia, pelaku usaha ritel yang harus gulung tikar dan menutup usahanya masih berlanjut di tahun ini. Sejak awal tahun hingga saat ini sudah ada 90 toko yang harus menutup usahanya.
"Kalau kita lihat 3 bulan ini kita sudah ada 90 toko yang tutup termasuk minimarket, supermarket, department store maupun juga tenant," katanya.
Sebab itu Roy meminta perlindungan pemerintah agar tidak semakin banyak pelaku usaha ritel yang bangkrut. Perhatian khusus dari Pemerintah sangat diharapkan, apalagi industri ritel adalah salah satu usaha yang harus bertahan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
"Ini bagaimana relaksasi untuk tetap bertahan dan beroperasi sebagai sektor kedua yang harus tetap buka selain RS," jelasnya.
Salah satu stimulus yang dibutuhkan oleh pelaku usaha ritel adalah tambahan dana dari Pemerintah. Diharapkan tambahan anggaran dari Pemerintah bisa membantu sektor ritel tetap bertahan dan melayani UMKM yang berbelanja di mereka.
"Kami butuh vaksinasi keuangan selain vaksinasi pandemi, karena tanpa itu ke mana kita. Kita punya 7 juta UMKM yang dagang di ritel, tapi UMKM enggak bisa dagang karena toko (ritel) tutup. Jadi mereka (pelaku usaha ritel) butuh diberikan bantuan untuk bisa tetap berdagang dengan menjaga sektor hilirnya," tegasnya.