Garis Pantai RI Terpanjang Tapi Garam Masih Impor, Kok Bisa?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
20 April 2021 16:50
[DALAM] Indonesia Mabuk Garam Impor
Foto: Arie Pratama

Ketiga, intervensi teknologi masih minim. Padahal sudah banyak dikembangkan teknologi untuk mendongkrak produktivitas dan produksi garam. Salah satu contohnya adalah teknologi prisma dan teknologi geomembran.

Penggunaan teknik produksi yang masih tradisional dan minimnya penerapan teknologi, produktivitas garam RI mentok di angka 90-an ton/ha. Kalah jauh dengan Australia yang mampu mencapai 350 ton/ha.

Keempat, persoalan lingkungan juga mempengaruhi tingkat produksi dan kualitas garam dalam negeri. Garam dengan kualitas yang baik sangat bergantung pada karakteristik air laut, tanah dan iklimnya.

Sayangnya, dengan menggunakan metode solar evaporation secara tradisional, faktor-faktor yang berpengaruh pada kualitas dan kuantitas garam itu justru menjadi kendala dalam proses produksi karena beberapa hal : 

  • Di Indonesia, air laut banyak yang bercampur dengan air tawar karena sebagian besar laut menjadi muara bagi aliran sungai tawar. Di samping itu, air laut juga sering tercemar dengan polutan tertentu.
  • Curah hujan di area produksi garam pada musim kemarau berkisar 100 - 300 mm per musim dengan tingkat kelembaban 60% - 80%. Hal ini mengakibatkan kualitas garam rendah. Di negara produsen garam besar seperti Australia, curah hujan pada musim kemarau hanya 10 - 100 mm per musim dengan tingkat kelembaban 30 - 40%.
  • Musim kemarau dengan paparan panas tinggi di Indonesia berlangsung relatif pendek hanya 3 - 4 bulan per tahun. Sementara itu, di Australia dan China panjang paparan sinar matahari dapat mencapai 11 bulan per tahun.

  • Pesisir yang landai, tanah tak poros/tembus, dan laut yang tenang dengan variasi pasang surut tak terlalu besar tidak dimiliki oleh seluruh wilayah pesisir Indonesia, sehingga, pada 2015 hanya ada sembilan provinsi yang memiliki tambak garam.

Kelima yang tak kalah penting adalah tata niaga yang tidak dikelola dengan baik. Seringkali yang berbau dengan kuota impor sangatlah riskan dengan adanya pemburu rente atau mafia. Perhitungan kuota impor harus benar-benar didasarkan pada kebutuhan bukan akal-akalan. 

Karena sejumlah faktor di atas, garam rakyat yang diproduksi di Indonesia hanya memiliki kandungan NaCl sebesar 81%-96%, sehingga masih belum mampu untuk memenuhi kebutuhan garam nasional, khususnya garam industri yang mensyaratkan kualitas garam memiliki kandungan NaCl minimal sebesar 97%.

Apabila kelima masalah di atas tidak segera dicarikan solusinya maka banjir bandang impor garam akan terus meningkat karena kebutuhan garam nasional baik untuk konsumsi maupun industri setiap tahunnya meningkat. 

Berdasarkan perkiraan Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI), kebutuhan garam di 2025 akan mencapai 7 juta ton, kemudian kebutuhan garam tahun 2030 kemungkinan akan di 10 juta ton. 

Apabila rata-rata produksi per tahun stagnan di angka 2 juta ton atau bahkan menurun. Maka bisa-bisa impor garam sampai empat kali lipat tingkat produksinya. Masih relevan dengan negara yang punya salah satu garis pantai terpanjang?

TIM RISET CNBC INDONESIA

(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular