
Setelah TMII, Ini Dia Aset Negara Disita dari Anak Soeharto

Jakarta, CNBCÂ Indonesia - Pemerintah rupanya tak mau tanggung-tanggung menyita aset negara yang selama ini dikuasai oleh Keluarga Soeharto, yang merupakan penguasa orde baru selama 32 tahun.
Setelah mengambil alih pengelolaan Taman Mini Indonesia Indah (TMII), pemerintah juga mengambil alih aset Gedung Granadi dan vila Megamendung.
TMII sebelumnya dikelola oleh Yayasan Harapan Kita. Yayasan yang didirikan Soeharto ini ditugaskan hanya sebagai pengelola, dengan catatan aset tersebut tetap milik negara.
Sedangkan aset Gedung Granadi dan vila Megamendung milik Yayasan Supersemar juga didirikan oleh Soeharto. Namun harus disita negara pada 2018 karena terkait kasus hukum penyelewengan duit negara.
Direktur Barang Milik Negara (BMN) Kementerian Keuangan, Encep Sudarwan mengatakan selama TMII dikelola Yayasan Harapan Kita tidak pernah setor Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Selama ini yang dibayarkan hanya berupa pajak.
"Penerimaan negara kan ada dua, pajak dan non pajak. Kalau pajak mereka bayar pajak, tapi kalau PNBP memang selama ini belum ada," kata Encep dalam bincang bareng DJKN bertema 'Pengambilalihan TMII', Jumat (16/4/2021).
Alasan TMII tak pernah bayar PNBP dikarenakan dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 51 Tahun 1977 tentang pengelolaan TMII yang dilakukan Yayasan Harapan Kita belum diatur bagaimana PNBP tersebut. Dengan beralihnya kelola, diharapkan aset milik negara itu ke depannya dapat berkontribusi menghasilkan PNBP.
"Karena di Keppres 77 tadi memang tidak (ada), maklum mungkin saat itu yang Keppres 51 Tahun 77 itu di sana belum mengatur mengenai bagaimana PNBP-nya. Jadi sekarang kita harus jelas kalau BMN digunakan, dimanfaatkan oleh pihak lain apalagi pengusaha itu harus ada kontribusi tetapnya, profit sharing-nya," tuturnya.
Encep juga mengatakan barang yang sudah disita oleh negara itu otomatis memang menjadi BMN dan dikelola oleh pemerintah.
"Gedung Granadi dan aset di Megamendung, sepanjang itu BMN dikelola DJKN (Direktorat Jenderal Kekayaan Negara)," tuturnya.
Sejauh ini PN Jaksel telah menyita aset senilai sekitar Rp 242 miliar dari total 113 rekening milik Yayasan Supersemar. Sementara Yayasan Supersemar diwajibkan membayar kerugian negara sebesar Rp 4,4 triliun.
Encep mengatakan setelah bangunan resmi jadi BMN maka akan diasuransikan. Seperti TMII, saat ini sedang diaudit bagian mana saja yang dirasa perlu duluan untuk diasuransikan.
"BMN kan rencananya memang diasuransikan termasuk TMII. Nanti kalau sudah ketahuan semua mana yang perlu diasuransikan, prinsipnya semua BMN harus diasuransikan, namun bertahap ada gedung, kantor dulu," kata Encep.
