
Xi Jinping-Putin Tolak Sanksi Junta Myanmar, Why China-Rusia?

Jakarta, CNBC Indonesia - Dewan Keamanan PBB mengutuk kekerasan yang terjadi Myanmar, Kamis (1/4/2021). Negara-negara anggota DK menyebut prihatin dengan banyaknya warga sipil yang menjadi korban karena tindakan represif junta militer.
Namun sayangnya, DK tidak menyebutkan langkah lanjutan yang akan diambil, termasuk kemungkinan sanksi internasional. China, ujar para diplomat, memblokir upaya tersebut.
Melansir AFP, Beijing bersikeras melunakkan penggunaan frasa "pembunuhan ratusan warga sipil". Negeri itu meminta perubahan narasi menjadi "kematian warga sipil".
Sejak kudeta 1 Februari, DK telah mengeluarkan tiga penyataan bulat tentang Myanmar. Tetapi Beijing tidak pernah mengaku adanya kudeta.
Bukan hanya China, Rusia juga dikatakan para diplomat kepada media tersebut, juga bertindak serupa. Beberapa kali, Moskow juga menganulir penggunaan kalimat "hukuman" sebagai tindak lanjut kecaman keras DK pada pasukan keamanan Myanmar di bawah junta.
"Namun meskipun negosiasi panjang, DK berbicara dengan satu suara, mengirimkan sinyal yang sangat penting," kata seorang duta besar yang enggan menyebut nama, dikutip Jumat (2/4/2021).
Sebelumnya, utusan PBB untuk Myanmar memohon DK untuk mengambil tindakan segera. Junta disebut tidak mampu mengurusi negara itu dan malah memperburuk keadaan.
"Pertimbangkan semua alat yang tersedia untuk mengambil tindakan kolektif dan melakukan apa yang benar, apa yang layak diterima rakyat Myanmar dan mencegah bencana multi-dimensi di Asia," kata Christine Schraner Burgener ditulis Reuters, Kamis (1/4/2021).
Ia menambahkan bahwa pihaknya siap berdialog dengan junta. Namun melihat situasi yang diprediksi akan memburuk, Burgener mengatakan bahwa seperti hal itu menjadi sebuah keniscayaan semata.
"Jika kita menunggu hanya ketika mereka siap untuk berbicara, situasi di lapangan hanya akan memburuk. Pertumpahan darah akan segera terjadi."
Barbara Woodward, utusan PBB dari Inggris, yang meminta pertemuan itu, mengatakan kepada wartawan bahwa DK bersama-sama mengecam junta. Saat ini, DK membahas serangkaian tindakan yang dapat kami lakukan.
"Tindakan kekerasan oleh militer ini sama sekali tidak dapat diterima dan membutuhkan pesan yang kuat dari komunitas internasional," katanya.
"Dewan Keamanan harus memainkan perannya dalam tanggapan internasional."
Dewan sejauh ini telah mengeluarkan dua pernyataan yang menyatakan keprihatinan dan mengutuk kekerasan terhadap pengunjuk rasa. Tetapi hukuman lanjutan sepertinya akan ditentang China, Rusia, India dan Vietnam.
Eskalasi di Myanmar makin memanas. Tiga milisi etnis, Tentara Pembebasan Nasional Ta'ang (TNLA), Tentara Aliansi Demokratik Kebangsaan Myanmar dan Tentara Arakan, pada hari Rabu (31/3/2021) menyatakan akan bergabung dengan perjuangan para pengunjuk rasa.
Brigjen Tar Bhone Kyaw dari TNLA mengatakan bahwa ketiganya akan segera mengakhiri gencatan senjata dengan militer. Mereka mengecam keras junta karena banyaknya korban warga sipil anti kudeta.
"Jika mereka terus membunuh orang, kami tidak punya alasan untuk memperpanjang gencatan senjata sepihak dengan mereka," katanya.
Menurut Asosiasi Bantuan Tahanan Politik (AAPP), sudah 520 warga sipil tewas selama demo anti militer terjadi dua bulan ini. Junta telah menahan total 2.574 orang, politisi, aktivis, dan pendukung pro-demokrasi lainnya.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dear Junta Militer Myanmar, Ada Harapan Khusus dari China
