Alert Pak Jokowi, Sektor Ini Hancur Lebur Jika Mudik Dilarang

Emir Yanwardhana, CNBC Indonesia
31 March 2021 07:30
Pos Pantau PSBB Tangerang Selatan (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kebijakan larangan mudik dinilai bisa menekan beberapa sektor usaha yang sekarang di tengah momentum pertumbuhan. Namun, di sisi lain ada sektor usaha yang malah happy.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani mengatakan sektor yang paling terdampak dari pelarangan mudik ini adalah pariwisata, terutama di daerah.

"Pelaku-pelaku usaha di daerah yang biasanya diuntungkan oleh momentum lebaran, misalnya jasa pariwisata, jasa transportasi, hotel, dan sebagainya yang saat ini pun sebetulnya struggling untuk survive," jelas Shinta kepada CNBC Indonesia, Rabu (31/3/2021).

Pada akhirnya, kata Shinta akan menciptakan disparitas atau ketimpangan pemulihan ekonomi yang lebih tinggi antar sektor dan antar daerah di Indonesia.

Pasalnya sektor-sektor yang sudah disebutkan sebelumnya, biasanya akan memanfaatkan momentum lebaran dan mudik untuk menciptakan pendapatan. Dengan pelarangan mudik sudah pasti akan kehilangan potensi revenue atau pendapatan.

Oleh karena itu, Shinta memandang kebijakan pelarangan mudik dari pemerintah ini, harus disertai dengan kebijakan counter cyclical atau kebijakan yang sifatnya bisa mendongkrak konsumsi.

"Kebijakan pencairan bansos kami rasa ada peluang demand domestik bisa didongkrak lebih tinggi. Ini berdasarkan pengamatan kami di tahun lalu," jelas Shinta.

Di mana pencairan bansos pada Kuartal III-2020 lalu sangat signifikan meningkatkan demand pasar domestik di periode tersebut. Efek positifnya juga tercermin pada perbaikan tingkat pertumbuhan penjualan retail.

Shinta berharap hal yang sama bisa terjadi juga tahun ini. Artinya, pemerintah bisa mengatur timing pencairan bansos agar dapat terjadi dengan lancar di seputar lebaran.

Apalagi menurut perkiraannya jumlah perusahaan yang akan mengajukan penundaan pembayaran THR, tidak akan sebanyak tahun lalu, karena kinerja ekonomi kita saat ini secara keseluruhan lebih baik dibanding kinerja Kuartal II-2020.

"Meskipun mungkin masih ada perusahaan yg perlu meminta penangguhan THR, kami rasa secara umum daya beli masyarakat bisa lebih tinggi dr tahun lalu dan bisa memicu konsumsi lebih tinggi."

"Kegiatan ekonomi tidak akan berhenti meskipun tidak mudik. Jadi, kita masih punya banyak kesempatan untuk mendongkrak konsumsi, baik dari sisi supply dengan bansos dan pencairan THR, maupun dari sisi demand dengan promosi penjualan, online retail, wisata di daerah-daerah sub-urban, dan sebagainya," jelas Shinta.

Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonsus Widjaja mengatakan jika larangan lebaran berjalan efektif maka banyak masyarakat yang berdiam di Ibu kota Jakarta selama liburan. Hal tersebut menjadi peluang bagi pusat belanja di DKI Jakarta untuk mendapatkan peningkatan jumlah kunjungan dari masyarakat yang akan mengisi liburan lebaran.

"Kemungkinan dari rata-rata kunjungan dapat meningkat 30% pada saat lebaran," katanya kepada CNBC Indonesia, Senin (29/3/2021).

Tapi bukan tanpa tantangan, pusat perbelanjaan melihat daya beli masyarakat belum pulih seutuhnya. Makanya kemungkinan akan dilakukan banyak promosi belanja untuk menggeliatkan pembelian.

Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), Budihardjo Iduansjah juga berharap dari lebaran dapat meningkatkan konsumsi masyarakat.

"Lebaran dan Puasa itu setiap tahun momentum besar bagi pedagang ritel untuk berjualan. Mau dari pedagang makanan, baju, sepatu elektronik, momen puasa lebaran harus dijaga untuk pemulihan ekonomi," jelas Budihardjo kepada CNBC Indonesia.

Melihat tahun lalu ada pembatasan dari pemerintah. Budi berharap tahun ini kepercayaan konsumen juga meningkat dari adanya vaksinasi, sehingga peritel bisa melakukan investasi. Tapi Peritel belum berani ambil ancang - ancang untuk menambah stok barang karena cash flow peritel terganggu.

Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi memandang kalangan menengah atas masih belum yakin untuk belanja. Kelas ini memiliki peran yang besar karena rela spending ke barang - barang yang non esensial.

"Willingness to spend dari kalangan menengah ke atas memang masih bermasalah. Karena mereka masih melihat faktor risiko yang besar," kata Fithra.

Dia melihat konsumsi paling lambat baru meningkat pada semester II 2021. Dengan asumsi orang yang tervaksin sudah semakin banyak, juga program vaksinasi mandiri untuk karyawan berjalan.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular