Relaksasi Pajak Mobil Ngefek, Diskon Pajak Rumah Kok Mampet?

Emir Yanwardhana, CNBC Indonesia
16 March 2021 16:27
Awal Desember 2017, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mencatat capaian Program Satu Juta Rumah sebanyak 765.120 unit rumah, didominasi oleh pembangunan rumah bagi  masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sebesar 70 persen, atau sebanyak 619.868 unit, sementara rumah non-MBR yang terbangun sebesar 30 persen, sebanyak 145.252 unit.
Program Satu Juta Rumah yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo, sekitar 20 persen merupakan rumah yang dibangun oleh Kementerian PUPR berupa rusunawa, rumah khusus, rumah swadaya maupun bantuan stimulan prasarana dan utilitas (PSU), 30 persen lainnya dibangun oleh pengembang perumahan subsidi yang mendapatkan fasilitas KPR FLPP, subsisdi selisih bunga dan bantuan uang muka. Selebihnya dipenuhi melalui pembangunan rumah non subsidi oleh pengembang.
Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah mengungkapkan, rumah tapak masih digemari kelas menengah ke bawah.
Kontribusi serapan properti oleh masyarakat menengah ke bawah terhadap total penjualan properti mencapai 70%.
Serapan sebesar 200.000 unit ini, akan terus meningkat pada tahun 2018 menjadi 250.000 unit.
Foto: Muhammad Luthfi Rahman

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah sudah memberikan relaksasi terhadap sektor properti melalui skema PPN 0%, sampai DP 0% untuk pembelian unit properti yang sudah jadi.

Namun, realisasinya diklaim perbankan masih belum lancar untuk memberikan kredit bagi pembeli rumah di masa pandemi ini. Hal sebaliknya terjadi pada relaksasi sektor otomotif, penjualan mobil pada Maret kembali bergeliat karena efek PPnBM 0% dan DP 0% pada kredit kendaraan di bank.

Executive Vice President Non Subsidized Mortgage & Consumer Division Bank BTN, Suryanti Agustinar, menjelaskan masa pandemi membuat bank BTN melakukan restrukturisasi 25%-30% portofolionya. Beberapa pembayaran untuk pembiayaan ditangguhkan karena usaha dari debitur yang mengalami penurunan.

"Dengan kondisi saat ini memang kredit baru kita lebih selektif. Usaha atau tempat bekerja debitur yang terdampak Covid - 19 seperti sektor perhotelan, pariwisata atau sektor yang banyak PHK terpaksa kami reject. Kita tidak mau nasabah akad lalu tidak bisa membayar," jelasnya dalam webinar Rumah.com, Selasa (16/3/2021).

Dalam proses pemilihan debitur, Suryanti menjelaskan cukup selektif untuk meloloskan kredit baru di bank-nya. Butuh survei mendalam terkait tempat bekerja atau usaha yang dilakukan agar tidak terjadi kredit macet.

Dari sektor wiraswasta juga dilihat apakah usaha yang dilakoni sedang mengalami penurunan atau tidak. Jika pandemi berimbas terhadap cash flow usaha calon debitur tentu otomatis akan ditolak.

"Tapi ditolak hari ini, bukan berarti ditolak seterusnya. Kalau pandemi sudah membaik penjualan atau usaha debitur sudah normal, tentu perbankan tidak akan menolak. Karena jika diteruskan akan menyulitkan (bank) malah langsung NPL, terus kita harus restrukturisasi lagi," jelasnya.

Namun, di luar sektor usaha atau kantor yang tidak terdampak pandemi bank siap menyalurkan kredit baru.

"Diluar seperti PNS, karyawan bumn, atau swasta yang tidak mengalami penurunan atau terdampak covid dan PHK, kita perbankan akan setujui. Kita sangat mendukung pemulihan ekonomi nasional juga," jelasnya.

Komitmen dari Bank BTN untuk mempermudah konsumen mendapatkan rumah. Salah satunya dengan menurunkan bunga yang sudah dimulai dari April 2020 8,99% Fixed 2 tahun, hingga pada Februari di 7,1% Fixed 2 tahun. Ini bertujuan untuk meningkatkan realisasi KPR di Bank milik negara itu.

Adapun BTN memberi program kemudahan seperti bebas angsuran pokok selama 2 tahun, Jangka waktu diperpanjang jadi 30 tahun dari 20 tahun, juga uang muka ringan hingga 0%, percepatan proses, pengajuan KPR via online.

Sebelumnya, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Real Estate Indonesia (DPP REI) Totok Lusida mengaku kesulitan merealisasikan kredit perusahaan. Sulit mendapat persetujuan bank untuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

"Kita kesulitan sekali untuk merealisasikan kredit, khususnya end user. End user [konsumen] lagi susah, lebih baik sama-sama bangkit dengan segala usaha yang ada. Kalau bank 'masih mempersulit' karena takut ini (misal) kredit ikut restrukturisasi lagi, nanti baru cair ikut restrukturisasi," jelasnya kepada CNBC Indonesia (8/3/2021).


(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Properti Ini Diramal Cepat Bangkit Duluan Setelah Pandemi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular