IHSG-Rupiah-Obligasi Melemah, Memang Indonesia Salah Apa?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
16 March 2021 16:01
dolar-Rupiah
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Kalau investor sedang menjadikan obligasi pemerintah AS sebagai primadona, so be it. Biar saja, memang kondisinya begitu apa mau dikata. Hal yang bisa dilakukan Indonesia adalah mempercantik diri agar pada saatnya nanti pelaku pasar lebih kesengsem, lengket bak kena pelet.

Ada beberapa hal yang bisa dilakukan. Pertama adalah Indonesia wajib, kudu, harus mempercepat vaksinasi anti-virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19). Mengutip catatan Our World in Data, jumlah vaksin yang sudah disuntikkan ke lengan rakyat Negara Kesatuan Republik Indonesia per 14 Maret 2021 adalah 5,48 juta dosis. Rata-rata tujuh harian vaksinasi adalah 208.257 dosis per hari.

Meski laju vaksinasi di Indonesia semakin cepat, tetapi masih kalah dibandingkan negara-negara berkembang lain. Di India, misalnya, vaksin yang disuntikkan sudah mencapai 29,91 juta dosis dengan rata-rata tujuh harian di 1,27 juta dosis.

Vaksin, jika efektif, akan membentuk kekebalan tubuh untuk melawan virus yang awalnya mewabah di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China tersebut. Jika sebagian besar penduduk Indonesia sudah divaksin dan memiliki ketahanan, maka akan terbentuk kekebalan kolektif (herd immunity). Ketika ini terjadi, rantai penularan bisa diputus dan kita bisa mengucapkan selamat tinggal kepada pandemi virus corona.

Saat herd immunity tercapai, maka aktivitas dan mobilitas masyarakat bisa kembali seperti dulu lagi. Ibarat mobil, ekonomi sudah bisa dipacu sekencang-kencangnya, tidak seperti sekarang yang maksimal hanya boleh 50 km/jam.

Kedua adalah meningkatkan disiplin fiskal. Meski sudah mendapat pujian dari DBS, tetapi pengelolaan APBN masih bisa lebih prudent lagi.

Misalnya, anggaran belanja modal bisa dirampingkan. Saat kondisi pandemi seperti sekarang, pembangunan infrastruktur bisa dikesampingkan karena yang penting adalah pendanaan di bidang kesehatan dan perlindungan sosial.

Sebab dengan penerimaan negara yang masih sulit diandalkan akibat kelesuan ekonomi, defisit APBN bakal semakin membengkak. Ini tentu akan meningkatkan risiko fiskal, yang bakal menjadi perhatian investor.

"Menurut skenario kami, defisit anggaran dan beban fiskal Indonesia akan naik tetapi masih dalam kisaran median negara-negara berperingkat Baa. Namun jika pemulihan ekonomi berjalan lambat, yang kemudian mempengaruhi penerimaan negara, maka akan kemampuan Indonesia dalam mengakses pembiayaan. Ini bisa berdampak ke peringkat utang," tegas Anushka Shah, Vice President and Senior Analyst di lembaga pemeringkat (rating agency) Moody's, sepert dikutip dari keterangan tertulis tertanggal 9 September 2020.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/dru)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular