Kenapa Utang Luar Negeri Indonesia Jebol Rp 5.900 Triliun?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
15 March 2021 12:49
Pelantikan Pejabat Eselon I Kementerian Keuangan. (Tangkapan layar Youtube Kemenkeu)
Foto: Keterangan Pers Presiden RI, Istana Kepresidenan Bogor, 12 Maret 2021

Soal utang memang menjadi sorotan banyak pihak. Ada perbedaan pendapat terkait apakah utang Indonesia terutama pemerintah sudah berada di level yang mengkhawatirkan atau belum. 

Bagi kubu pro-pemerintah, kondisi utang saat ini masih bisa dibilang berada dalam batas aman mengingat rasio utang pemerintah terutama untuk ULN masih berada di bawah rasio utang negara-negara lain terutama anggota G20.

Hal ini disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. Menurut ex-bos Bank Dunia tersebut, utang Indonesia masih dikelola secara prudent alias bijaksana. Sri Mulyani mencontohkan kasus di negara-negara lain. 

Misal di AS, rasio utangnya sudah melampaui output perekonomian (PDB) di negara tersebut karena proporsi utang mencapai 103% PDB. Begitu juga di Prancis dan Jepang. 

Di saat defisit anggaran dipatok di angka 6%, Indonesia masih mampu untuk mempertahankan rasio utang yang tetap rendah. Lebih lanjut Sri Mulyani juga mencontohkan tentang AS yang merupakan negara adikuasa saja defisit anggarannya jebol lebih dari 10%. Artinya pertambahan utang Indonesia masih relatif kecil.

Sekilas memang benar, rasio utang Indonesia terhadap PDB masih lebih rendah dari negara lain. Namun rasio ini bukan satu-satunya indikator yang paling utama untuk melihat apakah utang dikelola dengan baik atau tidak.

Sebagai negara yang masih bergantung pada sektor komoditas yang rentan akan berbagai gejolak di pasar global, memiliki rasio utang yang tinggi tentu tidaklah aman. Risikonya besar. 

Apalagi saat ini dolar AS cenderung mulai menguat dibarengi dengan kenaikan yield surat utang pemerintah AS. Ketika dolar AS terus menguat dan rupiah ikut melemah, maka beban utang yang ditanggung jelas menjadi lebih besar. 

Indonesia sangat rentan terkena capital outflow. Hal yang harus diwaspadai adalah ketika ekonomi mulai membaik dan inflasi terus naik dan pengetatan moneter dilakukan maka rasio utang yang tinggi bisa menjadi bahaya. Sejatinya inilah yang harus diwaspadai, jadi bukan melulu seberapa besar rasio utang terhadap output perekonomian.

Selain itu hal lain yang harus dicermati adalah, seberapa banyak dari utang tersebut dialokasikan untuk belanja produktif. Apabila jumlahnya kecil dan lebih banyak digunakan untuk belanja konsumtif maka rasanya utang yang seharusnya bisa mengerek pertumbuhan ekonomi jadi kurang efektif penggunaannya. 

TIM RISET CNBC INDONESIA

(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular