Seruan Inggris Kepada Warganya: Segera Keluar dari Myanmar!

Tommy Sorongan, CNBC Indonesia
12 March 2021 14:55
Pedemo penolak kudeta militer di Myanmar masih terus lakukan aksi pada 3 Maret 2021. AP/
Foto: Pedemo penolak kudeta militer di Myanmar masih terus lakukan aksi pada 3 Maret 2021. AP/

Jakarta, CNBC IndonesiaInggris memerintahkan warganya yang berada di Myanmar untuk meninggalkan negara itu. Ini setelah ahli PBB memprediksi kemungkinan Militer Myanmar akan kembali melakukan tindakan 'jahat' dalam upayanya untuk tetap memegang kendali pemerintahan.

Dilansir AFP, Jumat (12/3/2021), gejolak tersebut mendorong Inggris, mantan penguasa kolonial negara itu mendesak warganya untuk keluar jika mereka bisa, dan memperingatkan ketegangan dan kerusuhan politik di Myanmar telah meluas sejak pengambilalihan militer yang disertai dengan tingkat kekerasan yang meningkat.

"Kantor Luar Negeri, Commonwealth & Development Office menyarankan kepada warga negara Inggris untuk meninggalkan negara itu dengan cara komersial, kecuali ada kebutuhan mendesak untuk tinggal," kata Kementerian Luar Negeri Inggris.

Langkah tersebut dilakukan setelah Thomas Andrews, Pelapor Khusus PBB untuk Hak Asasi Manusia di Myanmar, memberikan penilaian yang gamblang tentang krisis tersebut.

Negara ini "dikendalikan oleh rezim pembunuh dan ilegal" yang kemungkinan besar melakukan "kejahatan manusia," kata Andrews kepada Dewan Hak Asasi Manusia PBB di Jenewa.

Kejahatan ini kemungkinan termasuk "tindakan pembunuhan, penghilangan paksa, penganiayaan, penyiksaan" yang dilakukan dengan "sepengetahuan pemimpin senior", termasuk pemimpin junta Min Aung Hlaing, kata Andrews.

Aksi represif dan kejam yang dilakukan oleh aparat keamanan ini mendapat perhatian luas masyarakat dunia. Sejauh ini langkah aparat keamanan tercatat telah menelan lebih dari 50 korban tewas, menurut data PBB pada pekan lalu.

Salah satu korban tewas adalah Kyal Sin, seorang gadis berusia 19 tahun. Ia tewas tertembak di kepala beberapa saat setelah wartawan melihatnya muncul di garis depan dengan mengenakan kaos yang bertuliskan "Everything Gonna Be Okay" melawan tindakan represif aparat keamanan. Hingga saat ini kematiannya itu menjadi simbol perlawanan yang membakar rakyat Myanmar melawan kudeta.

Sementara itu, pihak militer yang dikenal dengan Tatmadaw mengatakan bahwa mereka telah menahan diri dan menangani protes secara sah. Pengumuman yang dibuat di halaman depan surat kabar Global New Light of Myanmar itu berisi ancaman bila bekerjasama dengan pejabat yang telah digulingkan serta menyatakan pihaknya sebagai otoritas sah negara seribu pagoda itu.

Hal ini telah membuat beberapa negara dan organisasi internasional. Mereka beramai-ramai menjatuhkan sanksi ke Myanmar serta menutup sementara aliran bantuan dana untuk pengembangan infrastruktur negara itu.

Myanmar berada dalam kekacauan sejak 1 Februari ketika militer melancarkan kudeta dan menahan pemimpin de facto Aung San Suu Kyi. Hal itu mengakhiri era demokrasi selama satu dekade terakhir dan memicu protes massa setiap hari.

Militer melakukan hal ini karena mereka merasa pemilu yang dimenangkan kubu Suu Kyi pada November lalu adalah pemilu yang penuh kecurangan. Maka itu, militer menyatakan keadaan darurat selama setahun ke depan dan mengambil alih kekuasaan. Selain itu mereka berjanji akan mengadakan pemilu ulang.


(cha/cha)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Warga Myanmar Turun ke Jalan, Desak Bebaskan Suu Kyi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular