Pengembang Harap-Harap Cemas, Tunggu PPN Properti Dihapus!

Emir Yanwardhana, CNBC Indonesia
01 March 2021 14:56
Awal Desember 2017, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mencatat capaian Program Satu Juta Rumah sebanyak 765.120 unit rumah, didominasi oleh pembangunan rumah bagi  masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sebesar 70 persen, atau sebanyak 619.868 unit, sementara rumah non-MBR yang terbangun sebesar 30 persen, sebanyak 145.252 unit.
Program Satu Juta Rumah yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo, sekitar 20 persen merupakan rumah yang dibangun oleh Kementerian PUPR berupa rusunawa, rumah khusus, rumah swadaya maupun bantuan stimulan prasarana dan utilitas (PSU), 30 persen lainnya dibangun oleh pengembang perumahan subsidi yang mendapatkan fasilitas KPR FLPP, subsisdi selisih bunga dan bantuan uang muka. Selebihnya dipenuhi melalui pembangunan rumah non subsidi oleh pengembang.
Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah mengungkapkan, rumah tapak masih digemari kelas menengah ke bawah.
Kontribusi serapan properti oleh masyarakat menengah ke bawah terhadap total penjualan properti mencapai 70%.
Serapan sebesar 200.000 unit ini, akan terus meningkat pada tahun 2018 menjadi 250.000 unit.
Foto: Muhammad Luthfi Rahman

Jakarta, CNBC Indonesia - Kalangan pengembang sedang harap-harap cemas menunggu keputusan pemerintah pusat soal insentif pajak sektor properti. Kabar yang beredar akan ada insentif pajak properti salah satunya penghapusan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10%.

Ketua Realestate Indonesia (REI), Totok Lusida, mengakui memang bakal ada insentif pajak dari pemerintah soal properti untuk menggerakkan pasar di tengah pandemi. Namun, ia enggan mengungkapkan insentif apa yang akan diberikan pemerintah.

"Kami lebih baik menunggu dari yang berwenang, katanya jam 3 mau diumumkan," katanya kepada CNBC Indonesia, Senin (1/3).

Totok mengakui, pihaknya sudah mengusulkan beberapa skema alternatif soal insentif pajak sektor properti, termasuk soal PPN. Namun, ia mengatakan soal PPBM sudah mengalami perubahan atau kenaikan batas sedangkan untuk BPHTB ada di daerah sehingga lama penerapannya di lapangan.

"Kami menunggu saja berapa pun angka besarannya," kata Totok.

Sebelumnya Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Properti Syariah Real Estate Indonesia, Royzani Sjachril, mengatakan sektor properti perlu stimulus fiskal jangka pendek dalam transaksi properti seperti pengurangan PPh final, PPN, PBB, BPHTB (bea perolehan atas hak atas tanah dan bangunan) dan retribusi daerah, serta relaksasi administrasi transaksi pembelian properti.

"Pengurangan PPh final, PPN, PBB, BPHTB diperlukan untuk lebih merelaksasi sektor properti dan membangkitkan minat masyarakat," katanya dalam webinar Infobank, Jumat (19/2/2021).

Selama ini, lanjutnya, biaya administrasi seperti BPHTB, biaya administrasi KPR, biaya asuransi, juga PPN bisa menambah biaya rumah 18%-20%. Sehingga, stimulus fiskal ini memang diperlukan untuk mendorong permintaan.


(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Insentif Properti Gokil! Selain Bebas DP, PPN 10% Digratiskan

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular