
Usai Bank Dunia & IMF, BI Ikut Pangkas Ramalan Ekonomi RI!

Volume penjualan mobil yang masih rendah memiliki beberapa indikasi. Pertama adalah permintaan yang masih rendah. Kedua adalah konsumen masih menanti adanya insentif dari pemerintah yang kebetulan baru diketor melalui PPnBM dan DP nol persen.
Namun sejatinya mobil adalah barang mewah yang tidak semua masyarakat Tanah Air bisa beli. Apalagi di saat ada pandemi Covid-19 angka kemiskinan kembali ke dobel digit. Total penduuk miskin di Tanah Air mencapai 27,55 juta atau 10,19% dari total populasi.
Kenaikan angka kemiskinan membuat daya beli masyarakat tergerus. Indikator inflasi inti yang mencerminkan tingkat permintaan dari masyarakat juga terus melambat. Artinya ada masalah di sana. Masyarakat terutama yang tidak mampu masih bergantung pada bantuan yang diberikan oleh pemerintah.
Kemudian dari sisi perdagangan, ekspor mulai meningkat di bulan Januari. Namun impor justru masih tertekan. Lagi-lagi impor yang tertekan masih mencerminkan permintaan domestik juga belum pulih benar. Padahal konsumsi rumah tangga menyusun hampir 2/3 dari PDB nasional.
Salah satu tools utama untuk mendongkrak perekonomian adalah bagaimana pemerintah menggunakan instrumen fiskalnya. APBN tahun ini dipatok sampai Rp 2.750 triliun. Anggaran terbanyak salah satunya adalah untuk bantuan sosial dan pembiayaan infrastruktur.
Adanya SWF diharapkan mampu menjadi alternatif pembiayaan non-utang untuk proyek pembangunan infrastruktur yang memiliki dampak meluas seperti demand creation dan penciptaan lapangan kerja.
Namun prospek cerah perekonomian nasional masih terjegal dengan upaya pengendalian Covid-19 yang dilakukan. Jumlah kasus harian Covid-19 memang turun. Namun tes yang dilakukan juga ikut turun.
Progress vaksinasi pun juga berjalan dengan lambat. Sudah sebulan berjalan, rata-rata vaskin yang disuntikkan per harinya masih di bawah 100 ribu dosis. Padahal target pemerintah sangatlah ambisius. Tak tanggung-tanggung yaitu 1 juta dosis per hari.
Tren pemulihan yang gradual dan sangat sensitif oleh perubahan kebijakan serta pengendalian Covid-19 yang masih belum firm di Tanah Air menjadi salah satu contoh konkret mengapa banyak yang memangkas proyeksi pertumbuhan Indonesia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)