
KPR Bebas DP, Ingat Krisis Hebat Sub-Prime Mortgage?
Pengalaman krisis sub-prime mortgage tentu sangat pedih. Tidak ada yang mau mengulanginya lagi, amit-amit.
Namun, kebetulan saat ini kondisi yang mirip-mirip sedang terjadi di Indonesia. Pihak yang terlibat pun sama, yaitu bank sentral.
Kemarin, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menghapus ketentuan uang muka KPR untuk seluruh tipe rumah tapak, rumah susun, sampai ruko dan rukan. Kebijakan ini berlaku mulai 1 Maret 2021 hingga 31 Desember 2021.
Seperti The Fed pada era Greenspan, BI pun sudah berkali-kali memangkas suku bunga acuan. Sejak awal tahun lalu, BI 7 Day Reverse Repo Rate sudah dipotong 125 basis poin (bps).
Apakah keputusan BI membebaskan uang muka KPR dapat menyebabkan penggelembungan harga aset (asset price bubble)? Apakah krisis sub-prime mortgage bisa terjadi di Indonesia?
Mungkin tidak. Pertama, bebas uang muka KPR belum tentu bisa mendongkrak permintaan rumah. Sebab, suku bunga KPR di Tanah Air masih relatif tinggi. Kalau permintaan mash terbatas, bubble tidak akan terbentuk.
Mengutip data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), rata-rata suku bunga KPR dalam rupiah pada November 2020 adalah 8,32% per tahun. Dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, memang ada penurunan 48 bps masih jauh dibandingkan laju penurunan bunga acuan.
Suku bunga KPR di Indonesia memang terus bergerak turun. Namun disandingkan dengan negara-negara lain di Asia, Indonesia masih yang tertinggi.
Di Singapura, rata-rata suku bunga KPR untuk tenor 15 tahun ada di 2,84% per tahun. Sementara di China, rata-rata bunga KPR ada di 3,25% per tahun. Bahkan di Pakistan masih lebih rendah yakni 7,96% per tahun!
Kedua, sampai saat ini pasar produk derivatif di pasar keuangan Indonesia masih terbatas. Aset-aset canggih nan rumit seperti sub-prime mortgage (yang tidak tahu mana ujung mana pangkal) belum tersedia di Indonesia.
Di satu sisi, keterbatasan instrumen di pasar keuangan Ibu Pertiwi menunjukkan kedangkalan, kurang menarik, kurang asyik, kurang menantang. Namun di sisi lain, kertebatasan itu memberi rasa aman karena Indonesia terhindar dari risiko produk derivatif yang ruwet bin njelimet itu.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)