
Tesla Pilih India, Jadi RI Kurang Seksi nih Mr. Elon Musk?

Berbeda dengan India yang menjadi salah satu hub sektor manufaktur global, Indonesia justru tidak. Bahkan di kawasan Asia Tenggara, sektor otomotif Indonesia masih kalah dengan Thailand.
Namun Indonesia punya hal lain yang tak dimiliki oleh banyak negara, termasuk India. Apa yang dimiliki oleh Indonesia merupakan salah satu komponen penting dalam pembuatan baterai mobil listrik.
Apalagi kalau bukan nikel! Berdasarkan pemetaan Badan Geologi pada Juli 2020, Indonesia memiliki sumber daya bijih nikel sebesar 11.887 juta ton dan cadangan bijih sebesar 4.346 juta ton. Sedangkan untuk total sumber daya logam mencapai 174 juta ton dan 68 juta ton cadangan logam.
Area Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara punya potensi yang terbesar di Indonesia sampai dengan saat ini. Indonesia juga menjadi salah satu produsen nikel terbesar di dunia dengan menyumbang 27% dari total produksi global.
Kendati memiliki banyak kegunaan terutama untuk industri masa depan (mobil listrik), hingga akhir 2019 lalu Indonesia masih mengekspor nikel dalam bentuk mentah (bijih) yang harganya murah.
Rencana awal pemerintah akan menghentikan ekspor bijih nikel pada 2022. Namun pada akhir Agustus 2019, pemerintah resmi melakukan moratorium ekspor bijih nikel yang efektif per 1 Januari 2020, atau dua tahun lebih cepat dari target.
Saat awal pemerintah mengumumkan penghentian ekspor pada Juli 2019 harga nikel di London Metal Exchange (LME) mulai bergeliat. Kemudian saat rumor penghentian ekspor akan dimajukan jadi 2020 pada pertengahan Agustus 2019 menyeruak, harga nikel semakin liar.
Hanya dalam kurun waktu dua bulan saja harga nikel di LME naik dari US$ 12.000/ton menjadi US$ 18.000/ton, atau naik 50%. Namun akibat pandemi Covid-19 harga nikel langsung longsor ke bawah US$ 12.000/ton pada April tahun 2020.
Rencana Indonesia untuk masuk ke dalam ekosistem mobil listrik global juga tak main-main. Sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yakni MIND ID, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Pertamina (Persero), dan PT PLN (Persero) bakal patungan membuat Indonesia Battery Holding (IBH) untuk pengelolaan industri baterai kendaraan listrik.
BUMN tersebut akan terintegrasi menggarap rantai pasokan baterai dari sisi hulu sampai hilir. Sebelumnya, terkait dengan rencana pembangunan pabrik baterai kendaraan listrik, Kementerian BUMN bahkan menyebut bahwa dua perusahaan kakap dunia, Contemporary Amperex Technology Co. Ltd (CATL) dari China dan LG Chem Ltd asal Korea Selatan yang merupakan produsen baterai EV untuk kendaraan listrik terbesar dunia, berminat masuk dalam proyek bernilai US$ 20 miliar.
Baik Indonesia dan India sebenarnya punya keunggulannya masing-masing. India dengan populasi dan sektor manufakturnya, sementara Indonesia dengan kekayaan alamnya berupa nikel yang melimpah.
Keduanya sama-sama bersaing untuk menjadi pemain mobil listrik global. Namun jangan lupa juga kalau ada China yang sudah lebih dulu masuk ke ekosistem mobil listrik ya!
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)[Gambas:Video CNBC]