Internasional

Jreng! Biden Telepon Raja Salman, Ada Apa?

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
17 February 2021 07:23
Raja Saudi Salman dan Emir Kuwait Sheikh Sabah al-Ahmad al-Jaber al-Sabah

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden akan melakukan panggilan khusus ke Raja Arab Saudi Raja Salman. Komunikasi ini merupakan yang pertama antara kedua pemimpin negara, sejak Biden terpilih sebagai presiden negeri Paman Sam.

Menurut Gedung Putih, Biden akan berbicara soal keputusan pasca Donald Trump lengser. Berbeda dengan Trump, Biden tak akan menghubungi Putra Mahkota Pangeran Mohammed Bin Salman (MBS), yang disebut-sebut sebagai pemimpin de facto Arab Saudi.

"Mitra Presiden adalah Raja Salman," kata Juru Bicara Jen Psaki, dikutip AFP, Rabu (17/2/2021).

"Kami telah menjelaskan sejak awal bahwa kami akan mengalibrasi ulang hubungan kami dengan Arab Saudi."

Sebelumnya, Mengutip CNBC International, pemerintah Biden membekukan sementara kesepakatan penjualan senjata dengan Arab Saudi. Menteri Luar Negeri Antony Blinken menyebut AS akan melakukan peninjauan lebih jauh.

"Untuk memastikan bahwa apa yang sedang dipertimbangkan adalah sesuatu yang memajukan tujuan strategis kami, dan memajukan kebijakan luar negeri kami," kata Blinken dikutip Jumat (29/1/2021).

Sebelumnya Trump mendukung penjualan senjata ke Arab Saudi meskipun keberatan muncul dari Kongres AS. Parlemen menentang karena catatan buruk hak asasi manusia kerajaan kaya minyak tersebut.

Akhir Desember 2020, dilansir dari Reuters, Kementerian Luar Negeri Trump telah membuat kesepakatan US$ 290 miliar (Rp 4 triliun) dengan Arab Saudi. Secara rinci, salah satu jenis senjata yang dipesan adalah bom diameter kecil GBU-39/BI (SDB I), yang dikembangkan Boeing dan diproduksi satu dekade lalu.

Bukan hanya Arab, penghentian ini juga berlaku untuk Uni Emirat Arab (UEA). Trump menyetujui penjualan US$ 23 miliar jet tempur dan drone F-35 ke negeri ini sebagai 'hadiah' negara itu mau membuka hubungan diplomatik ke Israel 2020 lalu.

Halaman 2>>>

Analis melihat, jeda ini bukan hal yang aneh. Tapi penjualan senjata ke dua sekutu Timur Tengah adalah hal yang bersejarah.

Di masa lalu, AS terikat perjanjian dengan Israel untuk tetap mempertahankan Keunggulan Militer Kuantitatif (QME) Israel. Sehingga penjualan pesawat tak berawak dan jet F-35 tidak dijual ke negara-negara Arab.

Namun hal ini berubah sejak akhir 2020, di mana sejumlah negara Arab menandatangani Kesepakatan Abraham yang diinisiasi Trump. Sistem senjata AS bisa dimiliki negara Arab, asal mau membuka hubungan diplomatik dengan Israel.

Tapi khusus Arab Saudi, pembukaan hubungan belum terjadi dengan Israel. Negeri Yahudi hanya diizinkan melintas di langit kerajaan Raja Salman.

Seorang mantan pejabat senior pemerintah Obama menilai kebijakan Biden ini tak akan signifikan bagi UEA. Tapi sangat berdampak pada hubungan dengan Arab Saudi.

"Ini tidak akan menjadi hubungan yang baik antara AS dan Saudi tanpa beberapa perubahan yang signifikan," kata sumber anonim CNBC Internasional.

Sebelumnya saat Trump menjabat, sikap AS ke Arab Saudi disebut sangat permisif. Gedung Putih tidak mengajukan hukuman ke Riyadh atas sejumlah tuduhan yang dilaporkan badan intelijen AS.

Sebut saja pembunuhan jurnalis Arab Saudi, Jamal Khashoggi di Oktober 2018. Termasuk tudingan penyiksaan ke sejumlah aktivis wanita di negara itu, yang mengarah ke Pangeran MBS.

Saat parlemen AS mengesahkan dukungan mengakhiri dukungan AS pada perang yang dipimpin Arab Saudi di Yaman, Trump juga memvetoP ini. Pada Mei 2019, Trump menyatakan 'darurat nasional' dengan Iran yang mendorong penjualan senjata senilai US$ 8 miliar ke Arab Saudi, UEA dan Yordania.

"Segalanya akan berbeda," kata mantan pejabat tersebut.

"Biden tidak ingin menghidupkan hubungan negatif dengan Arab Saudi, tapi dia ingin mereka membayar harganya. (Seperti) mengubah perilaku.".

Saat kampanye 2020, Biden memang berulang kaki berjanji menghentikan penjualan senjata ke Arab Saudi. Termasuk menekan negara itu soal hak asasi manusi.



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular