Internasional

Joe Biden Tiba-tiba Telepon dengan Raja Salman, Ada Apa?

sef, CNBC Indonesia
10 February 2022 06:40
FILE - In this Oct. 27, 2011 file photo, then U.S. Vice President Joe Biden, right, offers his condolences to then Prince Salman bin Abdel-Aziz upon the death of his brother Saudi Crown Prince Sultan bin Abdul-Aziz Al Saud, at Prince Sultan palace in Riyadh, Saudi Arabia. President Joe Biden is expected to speak to Saudi King Salman for the first time in Biden’s just over a month-old administration. Coming as soon as Thursday, the conversation between the two strategic partners will be overshadowed by the expected release of U.S. intelligence findings on whether the king’s son approved the killing of a U.S.-based Saudi journalist.  (AP Photo/Hassan Ammar)
Foto: AP/Hassan Ammar

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden diketahui melakukan hubungan telepon dengan Raja Arab Saudi Salman bin Abdul Aziz, Rabu (9/2/2022) waktu setempat. Ini merupakan kedua kalinya dilakukan sejak 2021, pasca Biden menolak berbicara dengan pemimpin de facto Arab Saudi, Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS), yang kontroversial.

Dikutip dari website Gedung Putih, keduanya membahas perkembangan regional Timur Tengah. "Masalah yang menjadi perhatian bersama termasuk serangan yang dilakukan kelompok terkait Iran, Houthi (di Yaman), terhadap sasaran sipil di Arab Saudi," tulis pernyataan pers AS, di Whitehorse.gov, dikutip Kamis (10/2/2022).

Biden mengatakan AS akan mendukung Arab Saudi dalam membela kepentingan rakyatnya dan wilayah dari serangan. AS juga akan mendukung upaya negeri itu untuk mengakhiri perang di Yaman, yang kini melibatkan Arab Saudi sebagai pro pemerintah.

Khusus soal Iran, Biden juga memastikan komitmen AS untuk mencegah negeri itu memiliki senjata nuklir. "Memberi pengarahan kepada Raja tentang pembicaraan multilateral yang sedang berlangsung untuk membangun kembali kendala pada program nuklir Iran," kata Gedung Putin menyinggung JCPOA.

JPOA adalah kesepakatan nuklir antara Iran, AS, China, Prancis, Jerman, Rusia dan Inggris sejak 2015 untuk mengurangi aktivitas nuklir Iran dan memberi penghapusan sanksi ekonomi sebagai imbalan. Sayangnya AS monarki diri di 2018, saat Donald Trump menjadi presiden negeri itu.

Terakhir, pembicaraan keduanya juga menyinggung soal Eropa dan komitmen stabilitas pasokan energi global. Sayangnya tak dijelaskan apakah ini terkait konflik Rusia ke Ukraina yang menyeret AS dan NATO.

Diketahui AS tegang dengan Rusia karena klaim intelijen bahwa Moskow bersiap menyerang Kyiev. Namun berurusan dengan Rusia bakal makin mengganggu pasokan energi, khususnya gas, di negara-negara Eropa.

Eropa adalah pelanggan terbesar bahan bakar fosil itu. Dan, Rusia yang memilikinya cadangan gas alam hingga 37,4 triliun meter kubik, memasok sepertiganya ke Benua Biru.


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 'Abaikan' Biden, Raja Salman Tak Takut Terima Musuh Besar AS

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular