Persamaan Liverpool dengan Ekonomi RI: Sama-sama Lagi Tiarap

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
05 February 2021 14:02
Suasana Borobudur Departmen Store, Ciledug Raya, Tangerang Selatan yang Sepi Pengunjung (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Ilustrasi Department Store (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Apabila Liverpool sangat bergantung kepada trio Firmansah, maka ekonomi Indonesia juga bergantung kepada tiga hal. Trio penggerak pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah konsumsi rumah tangga-investasi-ekspor. Saat ketiganya lemas, maka ekonomi Indonesia juga ikut lesu.

Inilah yang terjadi pada 2020. Trio itu anjlok, sehingga membuat Produk Domestik (PDB) terpuruk.

Sepanjang 2020, konsumsi rumah tangga tumbuh negatif (kontraksi) 2,63% dibanding 2019. Sementara Penanaman Modal Tetap Bruto (PMTB) alias investasi tumbuh negatif 4,95% dan ekspor minus 7,7%.

Seperti halnya trio Firmansah, konsumsi rumah tangga-investasi-konsumsi berperan vital dalam pembentukan PDB nasional. Pada 2020, sumbangsih konsumsi rumah tangga dalam pembentukan PDB mencapai 57,66%. Sementara investasi dan konsumsi menyumbang masing-masing 31,73% dan 17,17%.

So, sangat wajar kalau saat tiga pos ini anjlok maka rontok pula ekonomi Ibu Pertiwi. Agar ekonomi bisa kembali tumbuh positif, maka ketiganya harus bangkit.

Adalah pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) yang membikin konsumsi rumah tangga-investasi-ekspor sebegini rupa. Indonesia, sebagaimana lebih dari 200 negara dan teritori di dunia, tidak imun terhadap pandemi virus corona.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO mencatat, jumlah pasien positif corona di seluruh negara per 4 Februari 2021 mencapai 103.989.900 orang. Bertambah 464.613 orang dibandingkan sehari sebelumnya. Sejak pandemi terjadi pada awal 2020, jumlah pasien positif bertambah rata-rata 261.281 orang setiap harinya.

Untuk mengurangi risiko penyebaran, berbagai negara di dunia menerapkan kebijakan social distancing. Miliaran penduduk bumi dianjurkan untuk #dirumahaja atau #stayathome, jangan keluar rumah kecuali untuk urusan maha mendesak, apalagi sampai berkerumun.

Kerumunan manusia yang saat ini seakan jadi 'haram' membuat berbagai aktivitas yang berpotensi membuat manusia berkumpul (apalagi di ruang tertutup) menjadi dibatasi. Kantor-kantor memberlakukan kerja dari rumah (work from home) kepada sebagian karyawan, sementara operasional restoran, pusat perbelanjaan, sampai rumah ibadah pun dibatasi. Bahkan banyak negara yang masih melarang sekolah tatap muka, termasuk Indonesia.

Saat aktivitas dan mobilitas warga masih terbatas, permintaan pun berkurang. Hanya kebutuhan pokok yang masih harus dipenuhi, sedangkan barang-barang tahan lama (durable goods) yang merupakan kebutuhan sekunder dan tersier dikesampingkan dulu. Ini yang kemudian membuat konsumsi rumah tangga nyungsep.

Sementara pembatasan aktivitas produksi membuat investasi ikut mengkerut. Ditambah lagi permintaan yang juga turun membuat dunia usaha mengurungkan diri untuk berekspansi.

Kejadian ini terjadi di hampir seluruh negara. Aktivitas produksi dan konsumsi menciut sehingga permintaan global berkurang drastis. Hasilnya, ekspor pun ambruk.

Selagi pandemi masih membayangi, maka berbagai pembatasan aktivitas dan mobilitas tetap akan diterapkan. Mustahil ekonomi bisa 'berlari' dalam situasi seperti ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular