Internasional

Memahami Kudeta Myanmar dan Hubungan dengan RI

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
02 February 2021 12:37
cover topik/kudeta Militer Myanmar_dalam/Aristya Rahadian
Foto: cover topik/kudeta Militer Myanmar_dalam/Aristya Rahadian

Jakarta, CNBC Indonesia - Myanmar saat ini dalam kondisi mencekam. Aung San Suu Kyi berada dalam tahanan. Kudeta yang dilakukan oleh pihak militer dipicu oleh adanya isu kecurangan dalam pemilihan umum bulan November lalu. 

Pemilu Myanmar tahun 2020 dimenangkan oleh partai Liga Nasional Demokrasi (NLD) yang menguasai 83% suara. Namun hasil tersebut dianggap tidak sah oleh pihak militer yang mengklaim menemukan adanya penipuan sebanyak 10 juta pemilih.

Aung San Suu Kyi ditangkap bersama Presiden Win Myint dan ditahan di ibu kota Naypyidaw. Tidak hanya Suu Kyi dan Win Myint, sumber lain menyebutkan para pejabat tinggi negara lain juga ikut ditangkap.

Militer kini sudah menguasai kota Yangon. Pihak militer juga menunjuk pimpinan tertingginya Jenderal Senior Min Aung Hlaing untuk ambil kendali kekuasaan. Kudeta Myanmar mendapat protes keras dari berbagai pihak terutama Australia dan Amerika Serikat (AS) yang menentang keras aksi tersebut. 

Myanmar memang terkenal dengan ketidakstabilan politiknya. Negara yang dijuluki dengan sebutan Pagoda Emas tersebut selama 49 tahun berada dalam cengkeraman militer dan baru lepas sejak 2011. 

Transformasi ekonomi menjadi lebih demokratis disambut baik oleh publik internasional. Negara dengan penduduk lebih dari 50 juta jiwa dan kaya akan sumber daya alam tersebut memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi yang tinggi di atas 6%. 

Sejak lepas dari jerat kekuasaan militer, Myanmmar berhasil mengundang investor asing berdatangan ke negaranya. Bahkan Myanmar sempat digadang-gadang bakal menjadi primadona baru di kawasan Asia Tenggara untuk destinasi investasi asing.

Dengan adanya kudeta militer yang terjadi baru-baru ini dan pandemi Covid-19 yang belum usai, prospek perekonomian Burma menjadi suram. 

Sebagai salah satu anggota dari ASEAN, Indonesia juga menjalin hubungan dengan Myanmar. Hubungan diplomatik RI-Myanmar sudah berlangsung sejak 70 tahun silam atau tepatnya per 27 Desember 1949. Artinya hubungan bilateral sudah terjalin sejak era Presiden RI pertama Ir. Soekarno.

Indonesia memiliki kedutaan di Myanmar yang berlokasi di Yangon. Begitu juga sebaliknya, Myanmar memiliki kantor kedutaan di Jakarta. Hubungan bilateral yang terbangun selama ini mencakup hubungan kerja sama ekonomi bahkan sampai militer.

Tujuh tahun silam Jenderal militer tertinggi Myanmar Min Aung Hlaing membahas latihan militer gabungan dan kunjungan timbal balik dengan rekan-rekannya dari Indonesia.

Sementara itu terkait kerja sama ekonomi, hubungan RI dan Myanmar dibangun oleh aliran barang melalui perdagangan dan aliran modal melalui investasi. Kendati tidak signifikan tetapi nilainya terus mengalami peningkatan apalagi sejak terjadinya demokratisasi ekonomi Myanmar. 

Bagi Indonesia terutama untuk pelaku usaha, Myanmar dianggap sebagai salah satu destinasi untuk investasi. Fokus kerja sama investasi antara Indonesia dengan Myanmar meliputi beberapa sektor industri mulai dari pengolahan dan pengemasan, pulp & kertas, batik, produksi pupuk, perangkat lunak sistem, manajemen hotel, farmasi, konstruksi, produk semen & bahan konstruksi, hingga barang konsumen.

Myanmar berharap Indonesia bisa menjadi investor yang mau menanamkan modal ke negaranya. Sejak 2013 beberapa perusahaan Indonesia, bahkan perusahaan pelat merah telah melirik untuk melakukan ekspansi ke Myanmar.

Sebut saja seperti produsen semen Tanah Air yakni PT Semen Indonesia dan juga emiten tambang PT Timah Tbk (TINS) yang dikabarkan mendapat konsesi tambang timah hingga 4.000 hektar di tahun 2013.

Dalam hal perdagangan, nilai total perdagangan barang Indonesia-Myanmar sudah tembus US$ 1 miliar pada 2018. Nilai ekspor Indonesia ke Negeri Pagoda Emas rata-rata mencapai US$ 766 juta pada periode 2015-2019.

Komoditas yang paling banyak diekspor RI ke Myanmar adalah minyak nabati seperti CPO yang nilainya mencapai US$ 456 juta atau lebih dari 50% dari total ekspor. Kemudian produk ekspor unggulan RI lainnya adalah produk mesin manufaktur, kendaraan dan konstruksi hingga kertas dan pulp.

Pada periode yang sama Indonesia mengimpor kurang lebih US$ 150 juta produk asal Myanmar yang didominasi oleh komoditas tambang seperti tembaga dan timbal serta komoditas pertanian seperti coklat dan sayur-sayuran lain.

Dengan begitu Indonesia masih mencatatkan surplus berdagang dengan Myanmar. Nilai surplus perdagangan RI dengan Myanmar dalam lima tahun terakhir rata-rata mencapai US$ 600 juta. Nilainya pun bertumbuh seiring dengan kenaikan volume perdagangan.

Apabila ditinjau dari sisi perdagangan maupun investasi, Myanmar bukanlah mitra strategis bagi Indonesia, sehingga dampak kudeta tidaklah signifikan secara makro. Namun untuk sektor-sektor tertentu terutama perusahaan-perusahaan RI yang berinvestasi di Myanmar, tentu saja ini menjadi ancaman yang besar.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular