Memahami Kudeta Myanmar dan Hubungan dengan RI

Myanmar berharap Indonesia bisa menjadi investor yang mau menanamkan modal ke negaranya. Sejak 2013 beberapa perusahaan Indonesia, bahkan perusahaan pelat merah telah melirik untuk melakukan ekspansi ke Myanmar.
Sebut saja seperti produsen semen Tanah Air yakni PT Semen Indonesia dan juga emiten tambang PT Timah Tbk (TINS) yang dikabarkan mendapat konsesi tambang timah hingga 4.000 hektar di tahun 2013.
Dalam hal perdagangan, nilai total perdagangan barang Indonesia-Myanmar sudah tembus US$ 1 miliar pada 2018. Nilai ekspor Indonesia ke Negeri Pagoda Emas rata-rata mencapai US$ 766 juta pada periode 2015-2019.
Komoditas yang paling banyak diekspor RI ke Myanmar adalah minyak nabati seperti CPO yang nilainya mencapai US$ 456 juta atau lebih dari 50% dari total ekspor. Kemudian produk ekspor unggulan RI lainnya adalah produk mesin manufaktur, kendaraan dan konstruksi hingga kertas dan pulp.
Pada periode yang sama Indonesia mengimpor kurang lebih US$ 150 juta produk asal Myanmar yang didominasi oleh komoditas tambang seperti tembaga dan timbal serta komoditas pertanian seperti coklat dan sayur-sayuran lain.
Dengan begitu Indonesia masih mencatatkan surplus berdagang dengan Myanmar. Nilai surplus perdagangan RI dengan Myanmar dalam lima tahun terakhir rata-rata mencapai US$ 600 juta. Nilainya pun bertumbuh seiring dengan kenaikan volume perdagangan.
Apabila ditinjau dari sisi perdagangan maupun investasi, Myanmar bukanlah mitra strategis bagi Indonesia, sehingga dampak kudeta tidaklah signifikan secara makro. Namun untuk sektor-sektor tertentu terutama perusahaan-perusahaan RI yang berinvestasi di Myanmar, tentu saja ini menjadi ancaman yang besar.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)[Gambas:Video CNBC]
