Update Kudeta Suu Kyi: Myanmar Presiden Baru, Kembali Militer

Jakarta, CNBC Indonesia - Myanmar memanas setelah terjadinya kudeta oleh militer. Senin (1/2/2021) dini hari, tentara menangkap pemimpin de-facto Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint, bersama petinggi partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) lain.
Penangkapan menjadi puncak ketegangan yang terjadi berhari-hari soal Pemilu Myanmar November 2020 lalu. Pemilu yang dimenangkan NLD dianggap curang.
Dengan ditangkapnya Suu Ki, militer pun mengumumkan keadaan darurat. Militer juga mengambil alih kekuasaan selama 12 bulan dan menunjuk mantan Jenderal Komando militer Myanmar yang juga Wakil Presiden saat ini Myint Swe sebagai presiden hingga tahun depan.
Melansir AFP mengutip pemberitaan TV Myawaddy yang dikelola militer, dalam sebuah pernyataan yang dibacakan dan ditandatangani Myint Swe mengatakan kendali atas "undang-undang, administrasi dan peradilan" telah diserahkan kepada Pemimpin Militer Min Aung Hlaing. Ini menandai secara efektif pengembalian kekuasaan Myanmar ke kekuasaan militer.
Sebelumnya sejak kemerdekaan dari Inggris tahun 1948, Myanmar telah diperintah oleh rezim militer. Ada dua kali kudeta yang dilakukan sebelumnya.
Jenderal Ne Win menggulingkan pemerintahan sipil pada tahun 1962, dengan alasan tidak cukup kompeten untuk memerintah. Dia memerintah negara itu selama 26 tahun, tetapi mengundurkan diri pada tahun 1988 setelah 'kudeta sipil' di mana protes besar-besaran di seluruh negeri terhadap stagnasi ekonomi dan pemerintahan otoriter.
Generasi baru pemimpin militer mengambil alih komando beberapa minggu kemudian. Alasannya perlunya memulihkan hukum dan ketertiban di negara itu. Namun pemimpin junta saat itu Jenderal Than Shwe mengundurkan diri pada 2011.
Dalam konstitusi 2008, peran politik berkelanjutan yang kuat untuk militer, memberi mereka kendali atas kementerian dalam negeri, perbatasan, dan pertahanan utama. Setiap perubahan membutuhkan dukungan dari anggota parlemen militer, yang menguasai seperempat kursi di parlemen negara tersebut.
Suu Kyi dan pemerintahnya telah mencoba untuk mengubah aturan itu sejak memenangkan pemilu 2015. Namun hanya ada sedikit keberhasilan.
Selama masa jabatan terakhir, dia mengelak dari aturan yang mencegahnya mengambil alih kursi kepresidenan, dengan mengambil peran kepemimpinan de facto sebagai "penasihat negara".
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Geger Syuu Ki Digulingkan Militer Myanmar, Biden Beri Warning
