Jakarta, CNBC Indonesia - Hubungan Amerika Serikat (AS) dengan China pada masa pemerintahan presiden Joe Biden sepertinya bakal makin panas. Kali ini pemerintahan Biden resmi menyatakan menolak klaim Xi Jinping atas Laut China Selatan (LCS).
Hal ini terungkap saat Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken melakukan panggilan telepon dengan Menteri Luar Negeri Filipina Teodoro Locsin, Rabu (27/1/2021). Filipina merupakan salah satu sekutu AS yang bertikai soal laut dengan China.
Departemen Luar Negeri mengatakan Blinken, menggarisbawahi bahwa AS menolak klaim maritim China di LCS. Apalagi karena itu melebihi zona maritim yang diizinkan untuk diklaim China berdasarkan hukum internasional.
"Menlu Blinken berjanji untuk mendukung penggugat Asia Tenggara dalam menghadapi tekanan China," tegas Departemen Luar Negeri AS dikutip CNBC International dari Reuters, Kamis (28/1/2021).
 Foto: Antony Blinken. (AP/Jose Luis Magana) Antony Blinken. (AP/Jose Luis Magana) |
China mengklaim hampir semua LCS yang kaya energi dan juga merupakan jalur perdagangan utama. Bukan cuma Filipina, Brunei, Vietnam, Malaysia, dan Taiwan juga tegang karena tumpang tindih atas perairan ini.
Washington menuduh China memanfaatkan gangguan pandemic virus corona (Covid-19) untuk memperbesar kehadirannya di LCS. Manuver pemerintahan Biden ini semakin memberi signal bila AS tak akan merubah sikap keras ke China.
Hubungan AS dengan China memburuk di bawah mantan Presiden Donald Trump. Bukan cuma LCS, Washington dan Beijing tegang soal kebijakan China di Hong Kong, perlakuan Beijing terhadap minoritas Muslim di Xinjiang serta perdagangan dan teknologi.
Dua minggu sebelum lengser, pemerintahan Trump menjatuhkan sanksi kepada pejabat dan perusahaan China atas dugaan provokasi di LCS. Salah satunya perusahaan minyak China CNOOC.
Halaman 2>>>
Sementara itu, undang-undang (UU) baru China yang mengizinkan penjaga pantai menembaki kapal asing jika masuk wilayah perairannya juga menuai kecaman. Filipina bahkan telah mengajukan protes diplomatik pada UU itu.
Mengutip, Nikke Asia, Filipina menyebut aturan baru China "ancaman perang".
"Saya mengirimkan protes diplomatik," kata Menteri Luar Negeri Filipina Teodoro Locsin Jr dalam sebuah tweet pada hari Rabu (27/1/2021).
"Memberlakukan undang-undang adalah hak prerogatif kedaulatan. (Namun) yang satu ini, mengingat wilayah yang terlibat atau dalam hal ini LCS yang terbuka, adalah ancaman verbal perang ke negara mana pun yang menentang hukumnya."
 Foto: AP/Bullit Marquez FILE - In this Friday, April 21, 2017, file photo, an airstrip, structures and buildings on China's man-made Subi Reef in the Spratly chain of islands in the South China Sea are seen from a Philippine Air Force C-130 transport plane of the Philippine Air Force. (AP Photo/Bullit Marquez, File) |
Selasa lalu, media Filipina melaporkan bagaimana penjaga pantai China memblokir nelayan negeri itu di daerah sekitar Kepulauan Spartly. Kepulauan ini adalah wilayah sengketa kedua negara di LCS.
Sebelumnya badan legislatif tertinggi China, komite tetap di Kongres Rakyat Nasional, mengesahkan UU Penjaga Pantai. Menurut draf susunan kata dalam RUU yang diterbitkan sebelumnya, penjaga pantai diperbolehkan menggunakan "semua cara yang diperlukan" untuk menghentikan atau mencegah ancaman dari kapal asing.
Melansir Reuters, Senin, RUU tersebut menetapkan keadaan di mana berbagai jenis senjata baik genggam, kapal atau udara, dapat digunakan. Aturan ini juga memungkinkan personel penjaga pantai untuk menghancurkan struktur negara lain yang dibangun di atas terumbu karang yang diklaim China.
Mereka juga bisa naik serta memeriksa kapal asing di perairan yang diklaim oleh China. Selain itu, RUU itu juga memberdayakan penjaga pantai untuk membuat zona eksklusif sementara "sesuai kebutuhan" untuk menghentikan kapal dan personil lain masuk.