
Aturan Biden Bahaya Buat Batu Bara, Begini Efeknya ke RI

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengambil serangkaian langkah demi mengurangi dampak perubahan iklim. Dia membalik kebijakan Donald Trump yang berusaha memaksimalkan produksi minyak, gas dan batu bara. Bahkan, Biden akan memotong subsidi bahan bakar fosil.
Lalu, bagaimana dampak kebijakan Joe Biden tersebut terhadap bisnis batu bara di Indonesia?
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan, kebijakan yang diambil Biden memang akan berdampak ke industri batu bara RI, namun tidak berdampak langsung dan tidak begitu signifikan.
Dia beralasan, jumlah ekspor batu bara Indonesia ke AS, termasuk ke Eropa, tidak banyak, bahkan hampir tidak ada.
"Sedikit sekali ekspor batu bara Indonesia ke AS dan Eropa. Sebesar 99% ekspor batu bara RI ke negara Asia Pasifik, seperti China, India, negara-negara yang masih butuh batu bara kita. Lalu, Jepang, Korea, Taiwan yang kebutuhan batu bara masih tinggi," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Kamis (28/01/2021).
Meski dari sisi ekspor batu bara tidak terdampak, namun menurutnya kebijakan Biden ini di sisi lain bakal mempersulit pendanaan untuk perusahaan tambang. Menurutnya ini dikarenakan sentimen kepada industri tambang akan semakin berat, termasuk tekanan secara politis semakin kuat, sehingga bisa memengaruhi industri pertambangan, termasuk dalam mencari pendanaan.
"Dampak ke pasar ekspor hampir dikatakan tidak ada, cuma mungkin dampak tidak langsungnya akan semakin sulit ke pendanaan," imbuhnya.
Menurutnya, kebijakan yang diambil Joe Biden bukanlah hal yang baru. Pasalnya di era Presiden AS Barack Obama, hal ini juga sudah sempat diterapkan, dan Biden kini menghidupkan kembali.
"Zaman Barack Obama pelaku usaha merasakan kesulitan dapatkan akses pendanaan, karena perusahaan pembiayaan AS, World Bank juga mengurangi akses pembiayaan kepada industri yang berbasis batu bara," tuturnya.
Meski demikian, menurutnya masih ada lembaga pendanaan yang masih melihat batu bara menjadi komoditas jangka pendek dan menengah. Mereka menganggap batu bara masih menjadi energi yang termurah, meski yang tertarik tidak banyak lagi.
"Kesulitan pendanaan ini bisa berdampak pada perusahaan dalam mencari pendanaan investasi. Tidak menutup kemungkinan pendanaan gasifikasi juga semakin sulit," ujarnya.
Melansir Reuters, Biden meluncurkan "pendekatan seluruh-pemerintah" untuk menempatkan masalah perubahan iklim sebagai aturan domestik AS, keamanan nasional dan kebijakan luar negeri. Ia berjanji membangun infrastruktur baru dan menciptakan jutaan lapangan kerja dengan gaji yang baik.
"Menurut saya, kita sudah menunggu terlalu lama untuk menangani krisis iklim ini," kata Biden pada upacara Gedung Putih, dikutip Kamis (28/1/2021).
"Ini adalah kasus di mana hati nurani dan kenyamanan beririsan. Di mana (kita) menghadapi ancaman eksistensial terhadap planet ini tapi harus meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran kita sebagai hal yang satu dan sama. Ketika saya memikirkan perubahan iklim dan jawabannya, saya memikirkan pekerjaan," jelasnya lagi.
Sementara itu, utusan iklim AS John Kerry mengatakan negeri itu akan mengumumkan target terbaru pengurangan emisi pada 2030 di pertemuan iklim internasional 22 April. Pertemuan itu diadakan Biden langsung.
Pekan lalu, Biden mengumumkan bergabung kembali dengan Perjanjian Paris. Hal ini sebelumnya diabaikan Trump. Sebelumnya fokus Biden ini telah mengecewakan banyak perusahaan migas besar AS.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sering Dituding Merusak Lingkungan, Begini Respons Penambang
