
EBT Juara di Eropa, RI Masih Andalkan Batu Bara & Migas

Jakarta, CNBC Indonesia - Energi terbarukan untuk pertama kalinya mengambil alih posisi bahan bakar energi fosil sebagai sumber utama listrik di Uni Eropa pada 2020. Berbanding terbalik dengan Uni Eropa, Indonesia masih mengandalkan sumber energi fosil seperti batu bara, minyak dan gas bumi (migas) sebagai sumber bahan bakar utama energi.
Hal tersebut diakui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif. Arifin mengakui, bauran energi baru terbarukan (EBT) Indonesia masih jauh dari target yang ditentukan. Hingga 2020 bauran EBT Indonesia baru mencapai 11%, sementara target 2025 ditargetkan mencapai 23% dan 2050 bahkan mencapai 31%.
"Kita dengar baru-baru ini Eropa di 2020 bauran EBT sudah paling besar di antara bauran energi lainnya. Kita juga dengar Jepang pada 2050 menargetkan zero emission (nol emisi). Sedangkan kita masih punya komposisi dengan mengandalkan batu bara, minyak bumi dan gas bumi," ungkapnya dalam acara 'MGN Summit 2021 Sustainable Energy: Green and Clean', Kamis (28/01/2021).
Dengan masih mengandalkannya energi fosil sebagai sumber energi nasional, tak ayal membuat beban negara semakin tinggi karena besarnya impor minyak mentah, produk minyak atau bahan bakar minyak (BBM) maupun Liquefied Petroleum Gas (LPG).
Kendati demikian, pemerintah menurutnya kini tengah menyusun strategi besar untuk meningkatkan ketahanan dan kemandirian energi nasional, sehingga bisa mengurangi ketergantungan impor energi tersebut.
Sejumlah strateginya yaitu dengan memaksimalkan pemanfaatan gas bumi untuk kepentingan domestik, meningkatkan pembangunan pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), dan lainnya, menggencarkan program kompor listrik, serta mengembangkan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB).
Dia mengatakan akan terus mendorong pemanfaatan EBT karena Indonesia baru memanfaatkan 2,5% dari total potensi EBT yang mencapai 400 giga watt (GW).
"Kita ingin terus mendorong EBT agar realisasi penurunan emisi CO2 terus meningkat dari tahun 2020 lalu bisa berkurang 64,4 juta ton CO2," ujarnya.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, penurunan emisi karbon pada 2020 mencapai 64,4 juta ton, meningkat dari 2019 yang sebesar 54,8 juta ton, atau bahkan telah meningkat dua kali lipat dibandingkan 2015 yang mencapai 29,6 juta ton. Pada 2021 ditargetkan penurunan emisi karbon mencapai 67 juta ton.
Penurunan emisi karbon ini dicapai melalui pemanfaatan energi baru terbarukan, efisiensi energi, penggunaan bahan bakar fosil rendah karbon, pemanfaatan teknologi pembangkit bersih, dan kegiatan reklamasi pascatambang.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kondisi Migas Kini vs Era 1970-an 'Bagai Siang dan Malam'
