
1 Juta Kasus Covid-19 & Sejumlah Masalah yang Belum Selesai

Vaksinasi Covid-19 digemborkan menjadi game changer dalam penanganan pandemi ini, dan membentuk herd immunity atau kekebalan kelompok. Pemerintah pun sudah memulai proses vaksinasi dari tenaga kesehatan yang ditargetkan selesai pada Februari, baru dilanjutkan dengan kelompok prioritas lainnya.
Nyatanya pelaksanaan vaksinasi pun tidak berjalan mulus, dari mulai distribusi vaksin ke sejumlah daerah mengalami kendala akibat cold chain atau tempat penyimpanannya penuh.
Penuhnya lemari pendingin untuk penyimpanan ini karena adanya salah hitung. Semua ini bermula saat pandemi, dimana biasanya setiap tahun Indonesia melakukan vaksinasi sebanyak 130-200 juta dosis. Vaksin tersebut antara lain TBC, polio, hingga difteri.
"Kirim 1,2 juta dosis tanggal 3 Januari malam, kita pikir 3 hari sampai seluruh Indonesia ternyata balik lagi. Kenapa? cold chainnya penuh lemari esnya, ini baru kirim 1,2 juta," katanya.
Dia menyadari, tak akan cukup penyimpanan yang sekarang untuk menyimpan vaksin yang akan tiba. Padahal, vaksin yang dikirim baru 1,2 juta dosis, belum dalam jumlah besar jika vaksinasi untuk masyarakat sudah bisa dilakukan.
"Vaksin ini saya sadar. Vaksin biasa 150-200 juta. Nambah 426 juta, jadi 600 juta biasanya 150-200 juta. Sudah Hitung, sudah pasti nggak kuat," pungkasnya.
Selain masalah distribusi dan penyimpanan, Budi juga mengungkapkan data juga menjadi salah satu masalah dalam vaksinasi. Ketika baru dimulai vaksinasi, dia mengakui dari 2,4 juta tenaga kesehatan yang akan divaksinasi masih ada sekitar 30.000 data yang belum bersih. Padahal seharusnya dari sisi pendataan sudah disiapkan sebelumnya.
"Kalau ditanya data ini ideal apa engga, saya bilang engga karena di Indonesia ini susah dapat data ideal. Saya mengakui itu, kita harus mengambil titik awal, dari Dukcapil, BPJS Kesehatan dan Kemensos," tambahnya.
Budi menegaskan tidak masalah jika datanya berlebih, tetapi berbahaya jika kekurangan karena akan vaksinasi bisa tidak efektif. Inilah yang membuat Kemenkes membuka jalur manual sebagai sarana perbaikan data.
"Mungkin bapak ibu mempertanyakan masa mau begini terus,Itu sebabnya makanya saya tanda tangan dengan Kominfo untuk satu, jadi momentum ini kita mau pake buat beresin database yang beda," katanya.
Meski datanya tidak sempurna, dia menegaskan vaksinasi harus tetap dimulai sambil melakukan perbaikan dan konsolidasi data. Selain itu, tidak semua masyarakat dapat divaksinasi Covid-19, karena ada batasan usia 18-59 tahun untuk vaksin Sinovac, kemudian yang memiliki penyakit bawaan atau komorbid pun tidak dapat mendapatkan vaksinasi.
PAPDI (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia) merekomendasikan jika tekanan darah di atas 140/90, vaksinasi tidak diberikan. Kemudian Jika pernah menderita Covid-19, sedang hamil atau menyusui, menderita gejala ISPA dalam tujuh hari terakhir, memiliki riwayat alergi berat, penyakit ginjal, rematik, sakit saluran pencernaan kronis, vaksinasi tidak diberikan. Bagi penyakit diabetes melitus DM tipe 2 terkontrol dan HbA1C di bawah 58 mmol/mol atau 7,5%, vaksinasi tidak diberikan.
Padahal Presiden Joko Widodo memiliki target yang ambisius perihal vaksinasi, dia menargetkan dalam satu hari ada 900 ribu hingga 1 juta orang yang divaksin. Nyatanya, sejak 13 Januari 2021 baru ada 250 ribu tenaga kesehatan yang divaksinasi.
Angka tersebut, kata Jokowi, bisa melonjak karena vaksinasi bisa mencakup 50 ribu orang per hari.
"Kita harapkan memang targetnya karena kita memiliki 30 ribu vaksinator yang ada di kurang lebih 10 ribu puskesmas kita maupun di 3.000 rumah sakit kita," katanya.
Dengan target tersebut, artinya harus ada persiapan matang dari sisi data, SDM, distribusi hingga penyimpanannya, agar vaksinasi tepat sasaran. Selain itu, meski sudah ada vaksin masyarakat masih tetap harus patuh melakukan protokol kesehatan tanpa lelah, yang dibarengi dengan 3T yang optimal.
(dob/dob)[Gambas:Video CNBC]