INDUSTRY REVIEW

Lho! Penggunaan Energi Fosil Ternyata Bantu Hijaukan Bumi

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
25 January 2021 13:08
Kaltim Prima Coal
Foto: Wahyu Daniel

Patrick, mantan Presiden Greenpeace Kanada itu menggemakan temuan para ilmuwan lain tentang peran positif CO2. Misalnya, Hans Pretzsch dalam laporan di jurnal Nature, berjudul "Forest Stand Growth Dynamics in Central Europe Have Accelerated Since 1870" (2014).

Di situ, Hans yang merupakan profesor kehutanan di Universitas Teknik Muenchen Jerman tersebut menyebutkan bahwa pertumbuhan pepohonan dunia meningkat antara 32%-72% sejak 1960 hingga 2014, berkat tingginya kadar CO2 berbarengan dengan menghangatnya suhu bumi.

Merujuk citra satelit Badan Aeronautika dan Antariksa Amerika Serikat (National Aeronautics and Space Administration/NASA), dalam 10 tahun terakhir Bumi memiliki wilayah vegetasi baru seluas hutan Amazon, di mana 25% di antaranya berada di China.

Dengan demikian, emisi CO2 dan pembakaran fosil tidak melulu sebagai sesuatu yang buruk bagi iklim gobal, karena justru membantu menghijaukan bumi dan mencegah pendinginan global karena karbon yang terperangkap di bawah laut dan perut bumi mendapatkan penggantinya.

qSumber: NASA

Meski ada berbagai temuan tersebut, bukan berarti kita berhenti mengembangkan energi bersih. India-yang menemukan bahwa pemasan global ternyata tak seburuk estimasi-tidak lantas mengikuti langkah AS di bawah Presiden Donald Trump yang keluar dari Kesepakatan Paris.

India masih berkomitmen mengembangkan energi non-fosil. Ia menjadi satu dari sedikit negara yang memiliki Menteri Energi Baru dan Terbarukan, yang saat ini dipegang oleh Raj Kumar Singh. Secara bersamaan, energi fosil yakni batu bara tetap dirangkul sebagai energi bersih.

Pada Juli 2020, mereka menggandeng National Energy Technology Laboratory (NETL) Amerika Serikat (AS) untuk mempercepat transformasi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara di seluruh negerinya menjadi PLTU batu bara beremisi nyaris nol persen, di luar CO2.

Gas buang seluruh PLTU di India ditargetkan dipangkas 83% (untuk nitrogen oksida), 98% (untuk sulfur dioksida), dan 99,8% (untuk debu). Standard yang diberlakukan mulai 2015 tersebut ditargetkan terpenuhi pada tahun 2022.

Di Indonesia, perlu ada inisiatif berskala nasional serupa untuk terus mengembangkan energi fosil, menjadi energi bersih. Jika CO2 pada titik tertentu justru bermanfaat bagi vegetasi bumi, partikel ikutan yang bersifat polutan seperti sulfur dan nitrogen oksida tetap harus dikendalikan.

Sebagai produsen batu bara terbesar di Asia Tenggara, Indonesia memang tidak bisa membuang batu bara begitu saja, dan mau tidak mau harus memanfaatkannya, asalkan dengan ekses minimal ke lingkungan.

Berbagai teknologi batu bara bersih kini diterapkan, misalnya teknologi penangkap debu (super ultra critical represitator) oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan gasifikasi batu bara yang dijalankan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan PT Bumi Resources Tbk (BUMI).

Namun harap diingat, sekalipun emisi CO2 berdampak positif juga bagi bumi, polutan lain masih memiliki dampak negatif bagi bumi. Dan jika bicara polutan lain, energi fosil bukanlah satu-satunya sumber, karena industri peternakan juga merupakan penghasil utama gas metana.

Ini menjadi Pekerjaan Rumah (PR) kita bersama.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular