
Nah Lho, Pengusaha Tekstil Minta Bea Cukai Dibenahi!

Jakarta, CNBC Indonesia - Maraknya kasus impor tekstil ilegal yang masuk ke pasar Indonesia membuat pelaku usaha tekstil gerah. Lonjakan impor ini diduga ada permainan aparat di Bea Cukai dengan importir nakal.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wiraswasta menilai ada tata kelola yang salah dalam proses importasi tekstil, terutama dari Direktorat dan Kementerian yang berwenang di dalamnya. Ia pun menyebutnya dalam pernyataan resmi pengusaha demi membenahi ekosistem tekstil tahun 2021 ini.
"Terkait impor tak sesuai prosedur melalui impor borongan, under name, under invoice (harga dan volume), transhipment dan pelarian HS, kami meminta pembenahan dan perbaikan Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan RI," kata Redma, Kamis (14/1/21).
Bea Cukai memang kerap jadi sorotan, sebelumnya Kejaksaan Agung menetapkan lima orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi importasi tekstil pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai tahun 2018-2020 pada akhir Juni 2020 lalu. Empat dari pegawai Ditjen Bea Cukai dan satu orang dari kalangan pelaku usaha.
"Kami pun mendukung proses hukum atas pelanggaran yang saat ini diusut oleh Kejaksaan Agung RI (kasus Batam dan Jawa Timur), proses hukum yang berlangsung dapat diperluan penyidikannya terhadap perusahaan yang sifatnya masif dan dilakukan oleh ratusan perusahaan importir tekstil dan logistik," sebut Redma.
Demi memproses dugaan pelanggaran, Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa Direktur Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Heru Pambudi. Pemeriksaan terjadi pada Selasa (28/07/2020).
Kejagung memerlukan keterangan Heru demi mengungkap apa yang terjadi dalam proses importasi di Bea Cukai.
Sejak jauh-jauh hari Redma menilai sudah banyak modus agar barang impor bisa masuk Indonesia, diantaranya pengalihan kode HS (harmonized system) dan pemalsuan COO (Certificate origin).
"Sekitar 20-25 perusahaan yang dipunyai 5 orang doang. Satu orang bisa punya 5-10 perusahaan. Jadi modusnya macam-macam," jelasnya beberapa waktu lalu.
Selain itu, importir seolah melakukan 'kloning' perusahaan dengan membuat banyak nama PT. "(Pengusaha) itu hanya 2 perusahaan dan 1 orang. Padahal 1 orang itu bisa punya 10 perusahaan," kata Redma.
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Eksportir Ngamuk Sistem Bea Cukai Error 2 Minggu