Tahun Baru Beban Baru, Pengusaha Hotel Pusing Bayar Pajak!

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
04 January 2021 18:35
Hotel Inaya Bali. Ist
Foto: Hotel Inaya Bali. Ist

Jakarta, CNBC Indonesia - Sepuluh bulan dalam ketidakpastian menjalani usaha di tengah pandemi, membuat pelaku usaha perhotelan harus merogoh kocek dalam demi membiayai operasional. Namun, bukan hanya itu, pengusaha di sektor hotel juga kian kesulitan dalam membayar tanggungan yang lain. Ketika omset tersendat, mereka tetap harus membayar pajak bumi dan bangunan (PBB) yang nilainya mencapai miliaran rupiah per tahun.

"DKI berapa kali buat (program) A,B,C,D, tapi PBB jadi hal utama. Sekarang diskon aja, nilainya tetap bisa ratusan juta. Misalnya hotel bintang mahal, tergantung luasnya. Kalau makin gede, makin berat (tanggungannya) ratusan juta sampai Rp 1 miliar. Rumah saja sampai Rp 100 juta di DKI," kata Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran kepada CNBC Indonesia, Senin (4/1/2021).

Besarnya tanggungan tersebut mau tidak mau membuat pelaku usaha memutar otaknya agar bisa mendapatkan pendapatan tersebut. Maulana mengaku pelaku usaha membutuhkan bantuan pemerintah dalam meringankan bebannya. Sayangnya, yang terjadi justru pemerintah daerah kerap menaikkan nilai PBB tersebut secara tidak kira-kira.

"Kejadian di berbagai daerah PBB naik gila-gilaan. Makanya kita katakan bahwa kebijakannya nggak seimbang. Yang berat bukan overhead cost tapi pajak daerah yang memberatkan. Sementara pajak hotel resto ga ada artinya kalo tamu ga ada," sebut Maulana.

"Sejak 2009, PBB dilepas ke daerah itu jadi mata pencaharian daerah yang utama, makanya naik gila-gilaan. Pertamanya naik 10-10-12%, abis 2019 itu dimana-dimana bisa menaikkan sampai 40%. Yang berat PBB, reklame, dan kendaraan stabil apalagi operasional kendaraan nggak Cuma satu. Tiga komponen itu sangat berat karena nggak main berdasar volume, wajib bayarnya. Dinaikkan pula," lanjutnya.

Demi meringankan beban tersebut, pemerintah sebenarnya sudah mengucurkan dana hibah sekitar Rp 3,3 triliun yang merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk memulihkan perekonomian. Namun, nilainya tidak begitu membantu jika dibandingkan harus membayar beban PBB yang menjadi tanggungan.

"Rata-rata kumulatif pemberian hibah yang didapat habisnya buat bayar PBB aja, kenaikan gila-gilaan, variatif di berbagai daerah, ada yang 30-40% compare ke 2019. Percuma di dalam hibah disuruh buat RAB untuk belanja A,B,C tapi dimasukkan PBB selesai habis, bahkan kurang mungkin," sebutnya.

Di daerah DKI Jakarta memang ada diskon PBB, yang berlaku sampai Desember 2020 lalu. Gubernur DKI Anies Baswedan sempat memberi keringanan pokok Pajak untuk PBB-P2, diberikan sebesar 20% dari pokok Pajak.


(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pengusaha Happy Banget, Reservasi Hotel Mulai Nanjak

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular