
Miris! China Borong Kedelai, RI Kerepotan Bikin Tahu-Tempe!

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia bergantung dengan kedelai impor untuk memenuhi kebutuhan berbagai industri makanan termasuk tahu dan tempe. Sayangnya, kondisi pandemi saat ini membuat kedelai menjadi langka serta harganya melambung, karena permintaan yang tak sebanding dengan produksi. Efeknya pengrajin tahu tempe sempat mogok produksi.
Indonesia masih harus bersaing dengan negara lain untuk mendapatkan pasokan kedelai impor termasuk China yang lahap mengimpor kedelai dari AS. Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo pun menyebut persoalan kedelai menjadi isu global.
"Mengenai kedelai yang ada adalah masalah kontraksi global. Ini juga mungkin saja lebih banyak karena bagian dari pandemi global dan membuat harga kedelai yang ada secara global itu terpengaruh khususnya dari AS dan itu yang kita rasakan di Indonesia," katanya di Jakarta, Senin (4/1/2021).
Namun, kenaikan harga kedelai membuat pengrajin tercekik dan kesulitan untuk menaikkan harga produknya ke masyarakat. SYL menyebut Indonesia bukan satu-satunya negara yang mengalami hal itu.
"Tidak hanya di Indonesia ada kontraksi seperti ini. Di Argentina misalnya, juga terjadi polemik polemik seperti ini," sebut SYL.
Harga kedelai di pasaran saat ini mencapai lebih dari Rp 9 ribu/Kg. Padahal, di waktu normal masih berada di kisaran Rp 7 ribu/Kg. Adanya kenaikan yang cukup signifikan sekitar 35 persen merupakan dampak pandemi covid 19, utamanya produksi di negara-negara produsen seperti Amerika Serikat, Brasil, Argentina, Rusia, Ukraina dan lainnya.
Harga kedelai impor yang selama ini digunakan oleh pengrajin tahu tempe di negara asal sudah tinggi, sehingga berdampak kepada harga di Indonesia menjadi lebih tinggi lagi.
Tingginya harga impor kedelai bukan semata-semata karena faktor produksi. Namun demikian, hal tersebut terjadi karena disebabkan kondisi kedelai merupakan komoditas non lartas yang bebas impor kapan saja dan berapun volumenya tanpa melalui rekomendasi Kementan.
Ketua Umum Gabungan Koperasi Tempe dan Tahu Indonesia Aip Syarifuddin menyebut kondisi itu terjadi karena China memesan lebih banyak kedelai. Alhasil, distribusi ke negara lain terganggu.
"Rata-rata selama ini seimbang produksinya, supply and demand. Permintaan paling besar itu China dengan 75 juta ton per tahun. Sementara kita rata-rata hanya 2,5 juta ton, tahun lalu 2,7 juta ton," kata Aip kepada CNBC Indonesia, Sabtu (2/1/2020).
"Permintaan China yang tadinya 75 juta ton naik jadi 92 juta ton sekarang, permintaan naik katanya ya untuk Imlek Februari. Kemudian bikin cadangan lagi 25 juta ton, katanya agar babi gemuk untuk pesta imlek, sehingga permintaan dari China luar biasa," lanjutnya.
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Krisis Tempe-Tahu Besok Berakhir, Tapi Harga Naik Lho!