Begini Strategi Pemerintah Cegah Terjadinya Krisis Energi

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
21 December 2020 17:40
The sun sets behind an idle pump jack near Karnes City, Texas, Wednesday, April 8, 2020. Demand for oil continues to fall due to the new coronavirus outbreak. (AP Photo/Eric Gay)
Foto: Ilustrasi Kilang Minyak (AP/Eric Gay)

Jakarta, CNBC Indonesia - Konsumsi energi masyarakat, seperti bahan bakar minyak (BBM) dan LPG diperkirakan akan terus meningkat, sementara produksi di dalam negeri tak juga bertambah, sehingga dikhawatirkan ini bisa mengarah ke krisis energi nasional.

Lalu, apa yang akan dilakukan pemerintah untuk mencegah hal ini terjadi?

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan pemerintah akan melakukan sejumlah upaya untuk menangkal hal tersebut. Pertama, yaitu melalui peningkatan produksi minyak dan kedua yaitu melalui pengalihan gas untuk kebutuhan domestik.

Khusus untuk gas, menurutnya pemerintah kini tengah menjalankan program pengembangan jaringan pipa gas (jargas). Tutuka menyebut, sampai tahun ini sudah ada lebih dari 500 ribu sambungan rumah tangga yang terpasang pipa gas. Dengan demikian, ini bisa mengurangi pemakaian LPG yang saat ini semakin melesat impornya.

Seperti diketahui, pemerintah sebelumnya memperkirakan konsumsi LPG akan terus melesat setiap tahunnya dan pada 2024 diperkirakan akan menyentuh 11,98 juta ton dari 8,81 juta ton pada 2020 ini. Namun produksi diperkirakan stagnan pada 1,97 juta ton per tahun, sehingga peningkatan impor menjadi tak terelakkan.

Pemerintah memperkirakan impor LPG pada 2024 mencapai 10,01 juta ton dari tahun ini sekitar 6,84 juta ton.

"Program jargas ini akan ditingkatkan dua kali lipat, sehingga diharapkan bisa mengurangi impor LPG signifikan," paparnya dalam wawancara bersama CNBC Indonesia, Senin (21/12/2020).

Selain melalui program jargas, pemerintah juga mendorong pemanfaatan gas untuk industri. Tutuka menyebut aturan harga gas sebesar US$ 6 per million British thermal unit (MMBTU) berhasil menumbuhkan industri.

"Pak Menteri juga telah keluarkan aturan harga gas US$ 6 per MMBTU. Dari informasi yang kita peroleh dari Kemenperin itu membantu ya, menumbuhkan industrinya. Jadi, itu signifikan dampaknya," tegasnya.

Kepala BPH Migas M. Fanshurullah Asa sempat mengatakan selama ini pembangunan jargas masih menggunakan dana APBN, namun ada potensi untuk menggunakan dana investasi dari BUMN hingga swasta.

Dia mengatakan, rencana jaringan gas 2021 ini sudah dianggarkan di APBN dan akan dilelang.

"Nanti BPH Migas akan menetapkan harga gas ini, dan akan ditetapkan harga gas di bawah harga LPG. Kami mengajak dunia usaha ada peluang skema investasi di jargas. Ini kesempatan baru pengusaha masuk di jargas," ungkapnya, Selasa (8/12/2020).

Skema investasi jargas di luar APBN ini, menurutnya sudah dicoba oleh salah satu pengembang properti, yang melengkapi rumah yang dibangun dengan jaringan gas.

Ifan, sapaan Fanshurullah, mengatakan dengan membangun properti yang memiliki jargas di dalamnya akan menjadi daya tarik masyarakat karena akan lebih murah dan efisien dalam jangka panjang. Bahkan, harga yang ditetapkan untuk jargas pun akan jauh lebih murah dibandingkan menggunakan LPG 3 kg bersubsidi.

Saat ini ada 57 kabupaten/kota yang memiliki jaringan gas, terutama di daerah yang sudah memiliki pipa transmisi di Jawa, Sumatera, Kalimantan.

"Kalau kita pakai jargas maka tidak impor sama sekali, ke depannya kalau mau ngomongin energi berkeadilan, mengurangi subsidi, salah satunya jargas sebanyak mungkin. Inginnya kami dari BPH Migas mau ada percepatan," kata Ifan.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Duh! Kebanyakan Impor Bensin dan LPG, Tanda RI Krisis Energi?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular