Duh! Kebanyakan Impor Bensin dan LPG, Tanda RI Krisis Energi?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemenuhan kebutuhan energi di Indonesia untuk liquefied petroleum gas (LPG) dan bahan bakar minyak (BBM) terutama bensin (gasoline) masih banyak dipenuhi dari impor.
Bahkan, untuk impor LPG diperkirakan semakin melonjak hingga mencapai 10,01 juta ton pada 2024 dari tahun ini sekitar 6,84 juta ton.
Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto mengatakan jika impor LPG dan impor bensin terus meningkat bisa menjadi tanda-tanda krisis energi di dua komoditas ini.
"Kalau impor LPG, impor bensin terus meningkat, ini tanda-tanda dari berpotensi terjadinya krisis energi dari jenis komoditas ini," ungkapnya dalam diskusi secara daring yang dilakukan oleh Asosiasi Perusahaan Pemboran Minyak, Gas dan Panas Bumi (APMI), Kamis (12/11/2020).
Lebih lanjut Djoko mengatakan produksi minyak mentah nasional juga semakin turun, sementara kebutuhan semakin tinggi. Jika pembangunan kilang sudah selesai, maka kebutuhan minyak mentah akan mencapai 1,8 juta barel per hari (bph), sedangkan produksi dalam negeri saat ini masih ada di kisararan 700-an ribu bph.
"Produksi minyak mentah turun, kebutuhan makin meningkat, apalagi kalau bangun kilang baru, butuh 1,8 juta bph. Sementara produksi kita 700-an ribu bph. Kita juga impor LPG, bensin jenis RON 88 dan pertaseries," paparnya.
Jika kegiatan Enhanced Oil Recovery (EOR) tidak jalan dan eksplorasi tidak banyak, maka produksi minyak akan terus turun hingga 2050. Sementara untuk produksi gas menurutnya masih cukup bagus karena sampai saat ini masih bisa ekspor gas pipa ke Singapura dan juga ekspor liquefied natural gas (LNG).
Mantan Dirjen Migas ini menyebut cadangan minyak Indonesia hanya tinggal sekitar 3,7 miliar barel, yang akan diproduksi oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).
"Ekspor gas menurun karena kita manfaatkan untuk dalam negeri, produksinya cenderung stabil. Bensin kita impornya masih ada terus. solar kita sudah tidak impor karena ada biodiesel (B30). Avtur kita sudah tidak impor," tuturnya.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, konsumsi LPG domestik diperkirakan akan terus melonjak setiap tahunnya hingga mencapai 11,98 juta ton pada 2024, namun produksi masih stagnan di 1,97 juta ton per tahun. Ini artinya, sebanyak 10,01 juta ton kebutuhan LPG nasional pada 2024 akan dipasok melalui impor.
Bila ini terus dibiarkan, tentunya akan semakin memberatkan negara ke depannya, selain harus mengeluarkan devisa negara lebih besar karena impor, pemerintah juga masih memberikan subsidi bagi tabung LPG 3 kg.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Beda dengan BBM, Penjualan LPG 'Selamat' Gara-Gara WFH