
Libur Diperketat: Hotel-Resto Tekor Rp 300 M, Siapa Salah?

Jakarta, CNBC Indonesia - Merebaknya kasus pengembalian tiket atau refund akibat banyak masyarakat yang batal berlibur membuat sektor swasta seperti hotel dan restoran gelagapan. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai bukan hanya swasta yang dirugikan, namun juga konsumen atau masyarakat umum juga sangat merasakan dampaknya.
Dampak itu bermula dari inkonsistensi kebijakan pemerintah, misalnya pada penetapan beberapa momen libur. Sebagai contoh, pada Agustus lalu, libur yang semestinya pendek namun dipanjangkan hingga menjadi long weekend. Saat ini menjelang akhir tahun, ketika masyarakat sudah mempersiapkan segalanya, namun pemerintah memperketat mobilitas masyarakat dengan beragam cara.
"Penentuan libur panjang Nataru ini kita lihat pemerintah tampaknya limbung, akhirnya yang jadi korban konsumen dan sektor swasta. Kenapa limbung? Karena awalnya Pak Jokowi mengatakan libur panjang akhir tahun dilakukan besar-besaran sebagai kompensasi atas tidak adanya mudik lebaran. Namun, ketika praktisi kesehatan dan pengamat publik memohon agar tidak libur panjang, kemudian berubah arah, beragam cara untuk dianulir," kata ketua YLKI Tulus Abadi dalam diskusi virtual Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Senin (21/12).
Namun, ada harga yang harus terbayar mahal akibat kebijakan tersebut. Masyarakat yang sudah membeli tiket seperti ke Bali dan Yogya harus berpikir ulang karena adanya biaya mahal sebagai persyaratan tes PCR maupun rapid test antigen.
"Banyak masyarakat yang harus refund tiket, besarannya Rp 300 miliar lebih. Sektor swasta kalang kabut untuk me-refund tiket itu dalam waktu dan hari yang sama. Saya kira pemerintah tidak belajar dari penanganan pandemi sebelumnya," sebut Tulus.
Sebelumnya, Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani mengungkapkan nilai permintaan uang kembali atau refund mencapai ratusan miliar. Angka tersebut berasal dari pembatalan ratusan ribu tiket pesawat, hotel, resto dan dampak lainnya.
"Teman-teman sudah ngasih laporan kalau dampaknya itu sampai Rp 317 miliar. Bayangin saja yang membatalkan sampai 133 ribu penumpang, meningkat 10 kali lipat dari kondisi normal," kata Hariyadi.
"Dari pembatalan pesawat sudah Rp 173 miliar, hotel Rp 76 miliar, restoran Rp 22 miliar, aktivitas destinasi Rp 13 miliar, belanja dan lain-lain Rp 36 miliar," lanjutnya.
Saat ini hotel, restoran, agen travel hingga maskapai penerbangan sedang sibuk. Namun, bukan hanya sibuk melayani penumpang untuk bepergian, namun juga melayani refund masyarakat yang tidak jadi liburan. Ia menyesalkan kebijakan yang diambil sangat mendadak. Pasalnya, sudah banyak persiapan yang dilakukan para stakeholder lainnya.
"Kalau mau membatasi harusnya nggak jadi gitu. Kita kan jadi bingung, pemerintah sudah umumkan liburan Idul Fitri digeser ke Desember masyarakatnya sudah siap-siap menjadwalkan makanya kemarin pembelian tiket pemesanan hotel luar biasa. Orang Indonesia biasanya ast minute sekarang nggak, tapi well organize, tiba-tiba gini teman jadi susah," sebutnya.
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bye-Bye Libur Panjang Akhir Tahun